Jumat, Februari 28, 2025

Tangga yang Dilompati

 

by Martins.S

Di langit teduh, angin berbisik,
Tentang kisah yang tampak ajaib.
Bukan batu jadi permata,
Tapi daun kering melayang ke singgasana.

Katak kecil melompat tinggi,
Tak berjejak, tak meniti.
Tak berkeringat, tak berjuang,
Tapi tiba-tiba duduk di puncak terang.

"Bagai benang tanpa jarum,"
Menjalin kisah tanpa sulaman tersusun.
"Bagai perahu tanpa pendayung,"
Terapung megah, tapi hanyut tak menentu.

Orang-orang hanya menatap sendu,
Melihat tangga yang tak lagi berliku.
"Bagai buah setengah masak,"
Dipetik paksa, rasanya hambar dan pahit terasa.

Namun waktu punya caranya sendiri,
Ia tak pernah tertipu ambisi.
Sebab "padi makin berisi kian merunduk,"
Dan yang sombong, cepat atau lambat akan rubuh.

Senin, Februari 24, 2025

Doa dan Cinta

 

By: C&G  

Doa dan Cinta adalah Suatu cerita inspirasi diri dari pesangan C&G dalam kehidupan mereka hari ini diungkapan dalam cerita pendek(CERPEN) ini yang dikembangkan 

oleh Penulis Martins.S. 


Sejak SMA, aku telah menanam benih impian dalam taman hatiku: sukses meraih cita-cita dan menemukan pasangan hidup yang seindah rembulan di malam cerah. Setiap malam, dengan hati yang penuh harap, aku berbisik pada langit, menitipkan harapan dalam untaian doa. Seperti embun yang tak pernah ingkar menyapa pagi, aku yakin Tuhan mendengar dan menyiapkan kejutan terbaik untukku. Tak terhitung berapa kali aku menutup mata, membayangkan sosok yang akan hadir dalam hidupku—seseorang yang akan menjadi tempat bersandar ketika lelah, yang akan menggenggam tanganku erat dalam setiap perjalanan, dan yang akan tetap setia, bahkan ketika dunia berusaha menguji keteguhan hati kami. Aku percaya, doa bukan hanya sekadar kata-kata yang terucap, melainkan janji yang kelak akan ditepati oleh semesta pada waktu yang tepat.

Takdir pun memainkan perannya. Pada tanggal 5 Februari 2012, angin kehidupan membawaku kepadanya. Ia datang seperti matahari di musim dingin, menghangatkan dan menyinari jalanku yang sebelumnya terasa samar. Kehadirannya bagaikan jawaban atas doa-doaku selama ini, menghadirkan ketenangan yang tak pernah kudapatkan sebelumnya.

Ia bukan hanya sekadar tampan dalam pandangan dunia, tetapi juga indah dalam kebijaksanaan. Kata-katanya selalu sarat makna, mengajarkanku bahwa hidup bukan hanya tentang meraih impian, tetapi juga tentang berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Aku merasa beruntung telah menemukan seseorang yang mampu memahami isi hatiku tanpa aku harus mengungkapkannya.

Layaknya sungai yang setia mengalir ke muara, ia selalu ada. Ia membimbing dan menyayangi tanpa syarat, menguatkanku di saat aku merasa goyah. Tak pernah sekalipun ia membuatku merasa sendirian. Setiap langkahnya menunjukkan ketulusan, dan setiap sentuhannya mengajarkanku makna cinta yang sejati.

Meski ada satu sifatnya yang kerap menguji kesabaranku, aku sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Aku pun belajar menerima bahwa cinta bukan tentang mencari seseorang yang sempurna, melainkan tentang mencintai dengan hati yang lapang dan penuh ketulusan.

Perjalanan kami bukan tanpa badai. Di antara derasnya hujan cobaan, kami berteduh dalam payung kesabaran. Rintangan demi rintangan datang silih berganti, tetapi keyakinan kami tak tergoyahkan. Seperti kapal yang tetap berlayar di tengah samudra, kami berpegang pada satu kompas: cinta yang berlandaskan doa.

Pada Juli 2014, kami bersatu dalam ikatan suci meski belum dalam pelukan altar gereja. Janji yang kami ikrarkan bukan sekadar kata-kata, melainkan sebuah komitmen untuk saling menjaga dan mendukung. Setiap langkah kami diiringi oleh harapan, bahwa kebersamaan ini akan terus bertumbuh dan bersemi.

Waktu pun melukis kisah kami dengan indah, menghadirkan empat permata kecil yang melengkapi kebahagiaan. Mereka adalah anugerah, cahaya dalam setiap langkah kami. Namun, perjalanan menjadi orang tua bukanlah hal yang mudah. Kami belajar, jatuh, dan bangkit kembali demi mereka. Seperti benih yang tumbuh menjadi pohon rindang, cinta dan kesabaranlah yang menjadi pupuknya.

Butuh perjuangan untuk menghadirkan garis dua di test pack, tetapi seperti pohon yang tumbuh kokoh karena diterpa angin, cinta kami semakin kuat karena doa dan usaha. Setiap tetes air mata yang jatuh berubah menjadi senyuman, dan setiap pengorbanan menjadi batu pijakan menuju kebahagiaan. Tuhan selalu punya cara untuk menjawab doa, meskipun tak selalu dalam bentuk yang kita harapkan.

Kini, di tahun ke-11 perjalanan ini, kami belajar bahwa doa adalah jembatan antara harapan dan kenyataan. Setiap doa yang dipanjatkan dengan hati yang tulus akan menemukan jalannya menuju takdir yang terbaik. Doa bukan sekadar permohonan, tetapi juga bentuk keyakinan bahwa Tuhan selalu punya rencana indah untuk kita.

Ketulusan hati adalah kunci, dan kesabaran adalah pintu yang mengantarkan pada keindahan yang hakiki. Seperti hujan yang tak selamanya turun atau fajar yang selalu menyingsing setelah malam, hidup mengajarkan bahwa setiap kesulitan pasti memiliki akhirnya. Kami percaya, dalam setiap doa yang terucap, Tuhan menitipkan jawaban yang akan datang pada waktu yang tepat.

Percayalah, langit tak akan selamanya mendung, dan matahari akan selalu terbit bagi mereka yang percaya. Aku memang percaya bahwa Tuhan adalah segalanya karena Tuhan tahu akan segala yang ku mau, dan selalu mengarahkan ke mana aku akan pergi. Dia mengarahkanku melalui Mama, Bapak, saudaraku, dan akhirnya Dia percaya sang suamiku menjadi tumpuan terakhir dalam mengarahkan arahku ke mana aku akan pergi dan juga pelengkap hidupku. Kebahagiaan sejati lahir dari hati yang selalu bersyukur dan tak henti berharap. Kami belajar bahwa cinta bukan hanya tentang bertahan di saat suka, tetapi juga tentang menggenggam erat di saat duka. Sebab dalam badai sekalipun, selalu ada cahaya yang menuntun.

Jadilah pribadi yang baik, maka Tuhan akan menghadirkan seseorang yang baik pula dalam hidupmu. Karena pada akhirnya, cinta sejati bukan tentang menemukan seseorang yang sempurna, tetapi tentang mencintai seseorang dengan sempurna. Ketika dua hati saling melengkapi, bukan kesempurnaan yang dicari, melainkan keikhlasan untuk saling menerima dan bertumbuh bersama.

#Bersambung#

 

Kamis, Februari 20, 2025

A História de Siarai, pastor de búfalos


Por; Martins S. 

Numa pequena aldeia chamada Bereleu, Suco Lesululi, vivia um menino chamado Siarai. Ele era filho de um agricultor e, ao mesmo tempo, pastor de búfalos. Desde pequeno, acostumou-se a uma vida de responsabilidades e trabalho árduo. Como diz o ditado, quem aprende cedo, domina com facilidade, e ele foi moldado pela natureza e pela vida cheia de significados.

Todas as manhãs, antes do sol aparecer no horizonte, exatamente às 4h, Siarai já estava de pé. Com passos ágeis, caminhava até o poço para tirar água. Essa água era usada para lavar os utensílios de ordenha dos búfalos. Em seguida, ele começava a soltar os bezerros um a um para que pudessem mamar em suas mães. Esse processo era essencial, pois somente assim as mães produziam mais leite. Depois que todos os bezerros eram amamentados, Siarai e seu irmão mais velho, Maubere, começavam a ordenhar as búfalas. Como diz o provérbio, quem semeia, colhe, e seu esforço nunca era em vão.

Por volta das 5h30, quando o céu começava a clarear, eles se preparavam para levar os búfalos para os vastos e verdes pastos. Enquanto esperavam o sol nascer completamente, o leite recém-ordenhado era imediatamente fervido. Esse leite fazia parte de seu café da manhã e, às vezes, era guardado para o almoço ou jantar. Isso demonstrava que cada recurso deveria ser bem aproveitado, sem desperdício. Economizar hoje, prosperar amanhã.

Depois de tudo pronto, Maubere levava o rebanho para o pasto ou para as margens dos campos de arroz férteis, enquanto Siarai se preparava para ir à escola. Ele precisava se apressar para chegar antes das 7h30, quando as aulas começavam. Sabia que a educação era a chave para um futuro melhor. Como diz o ditado, o conhecimento é a luz na escuridão.

Ao meio-dia, por volta das 13h, Siarai voltava para casa após a escola. Sem perder tempo, trocava de roupa e preparava o almoço para seu irmão, que ainda estava no campo com os búfalos. Depois que a comida estava pronta, ele a levava para o pasto e convidava Maubere para comerem juntos. Às vezes, tinham legumes, outras vezes apenas leite de búfala recém-ordenhado. Mas sempre eram gratos pelo que tinham, pois sabiam que a fortuna vem para aqueles que trabalham.

Após o almoço, passavam um tempo relaxando. Levavam o rebanho para o lago, onde os búfalos podiam beber água e se refrescar, aliviando o calor escaldante da tarde. Aproveitavam esse momento para conversar, compartilhar sonhos e pensar em formas de melhorar a economia da família. Um bom agricultor não apenas cultiva a terra, mas também planeja o futuro.

Ao entardecer, começavam a reunir o rebanho para levá-lo de volta para casa. Durante o caminho, sempre contavam os búfalos para garantir que nenhum estivesse faltando ou que algum tivesse se misturado com outro rebanho. Às vezes, os búfalos machos se afastavam e se juntavam aos de outros donos. Somente depois de verificar que o número estava correto, seguiam para casa.

Ao chegarem ao curral, havia uma última tarefa importante antes do anoitecer: separar os bezerros de suas mães. Isso era essencial para que eles não mamassem durante a noite, garantindo que, na manhã seguinte, pudessem ser novamente alimentados e que Siarai e Maubere conseguissem ordenhar o leite necessário.

Essa rotina se repetia todos os dias. Apesar do cansaço, para Siarai, era parte de sua vida – uma vida de trabalho árduo, união e amor pela natureza e pelos animais que criavam. Ele acreditava que um futuro brilhante o aguardava. Com determinação e esforço, um dia poderia trazer mudanças para sua família e sua aldeia. Quem persiste, alcança o topo dos sonhos.

Gelombang di Desa Kupla Raiflok

By Martins,S. 

Gelombang di Desa Kupla Raiflok

"Perjuangan bukan tentang siapa yang lebih kuat, tetapi siapa yang tidak menyerah."

Di sebuah desa kecil bernama Kupla Raiflok, hiduplah tiga sahabat sejati: Buibu, Buisa, dan Mauklo. Mereka bertiga telah tumbuh bersama, melewati musim kemarau yang panjang dan hujan deras yang sering membawa banjir. Hidup di desa ini penuh tantangan, tetapi kebersamaan membuat mereka tetap bertahan.

Suatu hari, awan kelabu menggelayuti desa mereka. Sebuah proyek besar akan dibangun tak jauh dari desa. Konon, proyek itu membawa kemajuan, tetapi bagi mereka bertiga, itu lebih menyerupai ancaman. Jalan setapak yang mereka lalui sejak kecil akan dibongkar, sawah yang menjadi sumber kehidupan akan digusur, dan rumah-rumah mereka terancam hilang.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Buibu, suaranya gemetar. Ia biasanya pendiam, tetapi kali ini ia tak bisa menyembunyikan kecemasannya.

"Kita harus melawan! Desa ini adalah rumah kita," tegas Buisa. Ia selalu penuh semangat dan tak pernah takut menghadapi tantangan.

Mauklo yang sejak tadi diam, akhirnya menghela napas panjang. "Melawan siapa? Mereka punya uang, punya kuasa. Sedangkan kita?"

Mereka bertiga terdiam. Sejak kecil, mereka tahu bahwa dunia tak selalu adil bagi orang-orang kecil seperti mereka. Tapi apakah itu berarti mereka harus menyerah?

"Harapan adalah cahaya kecil yang mampu menerangi kegelapan sebesar apa pun."

Malam itu, mereka berdiskusi dengan para tetua desa. Semua orang cemas, tetapi juga marah. Mereka tak ingin meninggalkan tanah yang telah mereka jaga selama bertahun-tahun.

"Jika kita bersatu, kita bisa menyuarakan hak kita," ujar seorang tetua desa dengan suara berat.

Maka mulailah perjuangan mereka. Mereka mengumpulkan tanda tangan, mendatangi kantor pemerintahan, dan berusaha menyampaikan suara mereka. Namun, sekeras apa pun mereka berusaha, seolah-olah tak ada yang peduli. Hari demi hari, mereka dihantui ketakutan bahwa desa mereka akan lenyap begitu saja.

"Ketakutan hanya akan menang jika kita memilih diam. Lawan dengan keberanian, meski kecil sekalipun."

Hingga suatu pagi, Buibu, yang biasanya takut-takut, berdiri di tengah lapangan desa dengan suara lantang:

"Kita harus tetap bertahan! Jika kita mundur sekarang, kita akan kehilangan segalanya."

Kata-katanya membakar semangat semua orang. Mereka tak lagi sekadar menunggu, tetapi benar-benar bertindak. Hingga akhirnya, berita perjuangan mereka sampai ke telinga banyak orang. Dukungan datang dari berbagai pihak, dan tekanan terhadap pihak proyek semakin besar.

Hari itu pun tiba. Keputusan dibuat. Pemerintah akhirnya setuju untuk merelokasi proyek itu ke tempat lain tanpa menggusur desa mereka.

Mereka bertiga, Buibu, Buisa, dan Mauklo, berdiri di atas bukit kecil di tepi desa, menatap sawah yang tetap hijau. Mereka tahu, perjalanan ini sulit dan penuh ketegangan. Tetapi mereka juga menyadari satu hal—masa depan tidak akan menghancurkan mereka, selama mereka tetap bersatu.

"Badai akan selalu datang, tetapi mereka yang berakar kuat tak akan tumbang."



Jumat, Februari 14, 2025

Cinta yang Terpisah oleh Jarak

By: MARTINS.S.
(cerpen 2025)
Cinta yang Terpisah oleh Jarak, Bersatu oleh Harapan (Happy Valentine day 2025)

Bitleki lahir di sebuah desa kecil di Timor Leste, dalam keluarga yang hidup serba kekurangan. Ayahnya seorang petani yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sementara ibunya mengurus rumah dan segala pekerjaan rumah tangga. Mereka tidak pernah merasa kekurangan cinta, meskipun kondisi ekonomi mereka sering kali terasa berat. Orang tua Bitleki selalu mengajarkan arti kerja keras, ketekunan, dan nilai sebuah keluarga yang saling mendukung.
Sejak kecil, Bitleki sudah menunjukkan semangat belajar yang tinggi. Meskipun sekolah di kampungnya hanya memiliki fasilitas seadanya, ia selalu berusaha memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar, berharap suatu hari dapat merubah nasib keluarganya. Papa dan Mama selalu memberikan dukungan penuh, meskipun mereka tidak memiliki banyak harta. Cinta mereka kepada Bitleki begitu besar, bahkan ketika harus melepasnya pergi untuk mengejar impian yang lebih tinggi.
Pada suatu hari, Bitleki mendengar kabar tentang sebuah kursus bahasa Inggris dan Korea di ibu kota, Dili. Kursus ini merupakan kesempatan besar bagi seseorang seperti Bitleki untuk meraih impian lebih besar. Namun, biaya kursus ini cukup mahal dan keluarga Bitleki tidak mampu untuk membiayainya. Meskipun demikian, Papa dan Mama tidak ingin menghalangi langkah Bitleki. Mereka memutuskan untuk mengumpulkan uang, meskipun dengan segala keterbatasan, untuk membiayai kursus tersebut.
"Saya ingin kamu belajar, Bitleki. Ini adalah jalan untuk masa depanmu," kata Papa dengan mata yang penuh harapan. Mama, meskipun khawatir, juga memberi restu. "Pergilah, dan buktikan bahwa kamu bisa sukses. Kami akan selalu mendukungmu," tambah Mama, sambil memeluknya dengan penuh cinta.
Dengan restu orang tuanya, Bitleki berangkat ke Dili, meninggalkan rumah untuk pertama kalinya. Di sana, ia mengikuti kursus bahasa Inggris dan Korea dengan penuh semangat. Meskipun tidak mudah, ia berusaha sebaik mungkin. Setiap malam, ia belajar dengan tekun, berulang kali mengulang pelajaran yang ia pelajari di kelas. Perlahan, ia mulai menguasai bahasa Inggris dan Korea dengan baik.
Setelah lulus dari kursus, Bitleki memutuskan untuk melanjutkan langkahnya ke Korea Selatan, berharap bisa meraih kesuksesan dan membawa perubahan bagi keluarganya. Dengan bekal ilmu yang telah ia pelajari, Bitleki bekerja keras di Korea Selatan, menjalani kehidupan yang sangat berbeda dari yang ia alami di Timor Leste. Di sana, meskipun jauh dari rumah, ia tidak pernah melupakan Papa dan Mama yang selalu menjadi sumber kekuatannya.
Namun, di tengah perjalanan hidupnya, Bitleki merasa ada yang hilang. Meskipun ia bekerja keras dan terus berjuang, hatinya sering teringat pada Noisu, kekasihnya yang ia tinggalkan di Timor Leste. Mereka terus berkomunikasi meskipun jarak memisahkan, saling mengirimkan pesan dan telepon, berbicara tentang masa depan mereka.
Tapi seiring berjalannya waktu, Noisu mulai berubah. Ia tidak lagi sering menghubungi Bitleki seperti dulu. Ketika Bitleki menelepon, Noisu terdengar lebih jarang membalas dan akhirnya mengungkapkan bahwa ia kini memiliki pacar baru, Morasco. Berita itu membuat hati Bitleki hancur. Ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berarti dalam hidupnya. Meskipun begitu, ia tidak bisa menyalahkan Noisu, karena ia tahu bahwa kehidupan mereka memang sangat berbeda. Noisu kini lebih dekat dengan Morasco, dan perasaan Noisu pun mulai berubah.
Bitleki merasa terluka, tetapi ia memutuskan untuk menerima kenyataan. Baginya, Noisu adalah kenangan indah dari masa lalu, dan kini saatnya untuk melangkah maju. Ia tahu bahwa perjuangannya di Korea Selatan harus tetap dijalani dengan penuh semangat, demi keluarga yang selalu mendukungnya.
Pada Hari Valentine 2025, Bitleki duduk di sebuah kafe kecil di Seoul, mengenang kembali segala yang telah ia lalui. Hatinya teringat pada Papa dan Mama yang telah mengorbankan banyak hal demi memberikan kesempatan terbaik baginya. Ia teringat pada kata-kata Mama yang selalu mengingatkannya untuk tidak menyerah. "Kami selalu mencintaimu, Bitleki, meskipun jarak memisahkan kita," kata Mama melalui telepon beberapa bulan yang lalu.
Bitleki memandang ke luar jendela kafe, dan seolah-olah ia merasakan kehadiran Papa dan Mama yang selalu ada dalam setiap langkahnya. Mereka mungkin tidak dapat melihatnya secara langsung, tetapi cinta mereka selalu menyertainya, memberi kekuatan dalam setiap perjuangannya.
Meskipun hubungan dengan Noisu telah berakhir, Bitleki menyadari bahwa cintanya yang sejati adalah cinta yang diberikan oleh orang tuanya. Cinta yang tidak pernah memandang jarak atau waktu, yang tulus dan tanpa syarat. Pada Hari Valentine 2025 ini, Bitleki merasa bahwa ia telah menemukan kekuatan untuk melangkah maju, untuk tidak hanya mengejar impian pribadi, tetapi juga menghormati pengorbanan orang tuanya yang telah memberikan segalanya untuknya.
Bitleki menatap telepon genggamnya, menulis pesan singkat untuk Papa dan Mama. "Selamat Hari Valentine, Mama dan Papa. Terima kasih untuk cinta dan dukungannya. Saya akan terus berjuang untuk kalian. Saya mencintai kalian."
Pesan itu terkirim. Bitleki tersenyum, meskipun ada sedikit air mata yang menggenang di matanya. Ia tahu bahwa apapun yang terjadi, cinta orang tuanya adalah kekuatan yang tidak akan pernah pudar. Pada hari yang penuh cinta ini, ia merasa lebih kuat dari sebelumnya.
#FINAL#

Pratika Ekstoisismu

 


Ekstoisismu filosofian subliña ida ne’ebé hanorin ema atu hetan serenidade interna liu husi aseitasaun kompletu ba destino no kontrolu matenek ba emosaun. Filosofia ne’e mós nain husi Gresia Antiga, Zenão de Cítio dezenvolve ona iha sekulu III a.C., depois filosófu Roma nia naran Sêneca, Epicteto no Marco Aurélio hala’o ona ona propagasaun ba. Prinsípiu fundamental ekstoisismu fó ênfase katak felicidade loos la depende ba sirkumtansia estraña, maibé depende ba oinsá ema reaje ba moris ho matenek, konsiénsia no rasionalidade profunda. Visão ne’e sai importante ba ema ne’ebé hakarak la’o ba oin ho kresimentu no reziliénsia.

Prinsípiu Fundamental Ekstoisismu

Dikotomia ba Kontrolu hanorin katak iha moris, iha fatin rua prinsipal: buat ne’ebé ita bele kontrola, hanesan hanoin, akontesimentu no desizaun; no buat ne’ebé la iha iha ita-nia kontrolu, hanesan polítika global, mudansa klimatika no kriz ekonomia. Ema tenke fó ênfase ba buat ne’ebé bele hadia ho matenek, ao mesmo tempo, hetan ho serenidade buat ne’ebé la evita, mas labele husik determinasaun atu mósu.

Amor Fati, karik hatudu katak tenke hadomi ita-nia destino, hanorin katak tenke akseptei buat hotu iha moris, di’ak ka aat, hanesan parte husi prosesu boot ida. Ema liu husi momentu todan, maibé buat hotu ne’ebé susar sai ema-nia kbiit no forsa. Aseita história ho urgullo no hetan futuru ho korazem atu la presiza resentimentu, maibé ho espiritu rekonstrusaun.

Sufrimentu ema la hatudu iha fatin oinsá problema akontese, maibé tan hanesan ema reaje ba problema. Juventude buka oportunidade, maibé enfrenta inserteza kona ba futuru. Ekstoisismu hanorin atu hetan paciénsia no klaridade mental atu halo desizaun ho razão no virtude, ho laran luan labele susar no lakon esperansa.

Moris ho Harmonía ho Natureza no Koletividade fó ênfase ba harmonia no komunidade. Iha kultura komunidade ne’ebé importante, kolaborasaun, justisa no laran midar ba buat hotu mak tenke di’ak, atu ema bele hetan dezenvolvimentu sustentável no equilibradu.

Prátika Ekstoisismu iha Moris Loroloron

  • Reziliénsia iha Edukasaun no Servisu: Juventude tenke persistente iha busca konhesimentu no dezenvolvimentu profisionál, aseita difikuldade hanesan parte husi aprendizajen.
  • Reflesaun no Sabedoria Kolétiva: Manter diálogu no diskusaun rasional atu rezolve problema sosiál, labele lakon kontrolu emosaun.
  • Korasajen atu Lidera ho Ezemplu: Líder sira tenke hili postur estoic atu servisu ho integridade no determinasaun, hakarak bainhira ema-nia di’ak liu husi interese privadu.
  • Aseita Realidade ho Asaun Konsiente: Imbes lamenta difikuldade, ema hotu bele kontribui ba komunidade no futuru ho prátika ida-ne’ebé foin ikus mai.
  • Harmonia iha Vida Familia: Ekstoisismu hanorin katak unidade no harmonia iha familia maka buat importante atu hetan moris diák. Tenke hetan pasiensia no máten relasaun forte entre membru familia, rezolve desentendimentu ho maturidade, no fó valor ba solidariedade iha tinan-tinan.

Prátika Estoika iha Moris Loroloron iha Timor-Leste

  • Resiliência iha Edukasaun no Serbisu: Juventude tenke kontinua buka conhecimento no dezenvolvimentu profesional, simu difikultade hanesan parte husi aprendizajen.
  • Reflexão no Sabedoria Koletiva: Fo impurtansia ba dialogu komunidade no diskusaun rasional atu rezolve problema sosiál, husu atu la reaje ho emosaun hanesan lian principal.
  • Valentia atu Lidera ho Ezemplu: Lider polítiku, sosiál no komunitáriu tenke adota postura estoika, servisu ho integridade no determinasaun, halo buat ba di'ak liu tan.
  • Simu Realidade ho Asaun Konsiente: Iha fatin lamenta difikultade, ema tenke kontribui ba komunidade rasik, partisipa iha dezenvolvimentu no forsa kooperasaun lokal.
  • Harmonia iha Vida Familiar: Iha sociedade ne'ebé familia hanesan pilar ba estabilidade, estoicismo hanorin atu gestão konflitu ho maturidade, fo paz no rezpeitu ba malu loroloron.

Konkluzaun

Estoicismo fo dalan ida ne'ebé forte atu povu timor-oan bele hetan resiliencia no kontinua moris iha dalan dezenvolvimentu. Karik prinsipiu estoik aplika iha moris loroloron, ita bele hetan serenidade iha tempu difisil, fo forsa ba mentalidade no hametin espiritu komunidade. Filosofia ne'e la'os teoria de'it, maibé hanesan guia prátika atu enfrenta realidade ho valentia, sabedoria no determinasaun. Hanesan gerasaun uluk luta ba independência ho forti, gerasaun foun bele hari'i futuru ho equilibrio no konsiénsia estoika.

 

 

Senin, Februari 03, 2025

Hamutuk ho Futuru: Dalan Esperansa


By Martins,S.

Iha aldeia ki'ik ida ne'ebé halibur ho foho ramelau, maibé ne'ebé brisa sempre hasees istória husi tinan uluk, moris joven ida naran Bitleki. Nia uma simples de'it, maibé halibur ho mehi barak, hanesan ai-fuan ne'ebé sprout aas iha rai maran. Bitleki moris ho nia inan, Inawai, feto ida ne'ebé, maski moris ne'ebé todan tebes, iha nia matan hakerek forsa hanesan tasi boot ne'ebé la iha limiti. Nia domin mak fatin ida ne'ebé sustenta moris Bitleki, maibé joven ne'e hatene katak iha buat diak liu tan iha liur husi foho sira ne'ebé apita nia aldeia—futuru ida ne'ebé nia hakarak susar hodi hetan ho nia liman rasik.

Inawai sempre hatete ba nia: “Dalan ba sucesso hanesan mota ne'ebé sai husi foho—susar, maibé sempre la'ós para, sempre lao ba oin.” Nia fiar katak nia oan sei sai liu tan limitasaun aldeia ne'e, hanesan fitun ida ne'ebé sei naroman ba loron ida.

Maibé, ba Bitleki, nia futuru ne'e hanesan mehi ne'ebé dook liu, hanesan fitun ne'ebé nia hare kalan-kalan. Nia laran beik halo nia tauk—halo oinsa atu husik buat hotu ne'ebé nia konese, nia uma, nia inan, nia aldeia, atu buka futuru ne'ebé la loos iha cidade boot? Tauk hanesan nakar ida ne'ebé sempre iha nia laran, halo nia la hatene atu hakat ba oin ka lae.

Maibé, to'o loron ida, Bitleki hare nia inan no hare iha nia matan ahi boot ida ne'ebé hatun nia an atu halo mudansa. “La importa oinsá dalan naruk dalan ida, importante mak ita hakat lai. Destinu sei hatudu-an ba ema ne'ebé barani atu lao iha nakukun.” Ho liafuan ne'e ne'ebé sunu iha nia ulun, nia halo desizaun atu sai. Nia hatene katak husik buat hotu la fasi,l maibé nia presiza buka buat ida ne'ebé sei troka nia moris no bele fo naroman ba nia an, familia no aldeia.

Bainhira Bitleki tama cidade, nia sente hanesan ikan ida ne'ebé sai husi bee. Cidade ne'ebé ksolok liu, ema sira halai ho di'ak, sonidu ne'ebé la ko'alia ho nia, halo nia sente uluk dukur tan. Maibé, nia hatene katak funu sei la'ós haksoit—maske susar, nia hakarak luta. Nia loke-an atu aprende administrasaun, no kada livru ne'ebé nia lee hanesan chave ida ne'ebé loke porta ba mundu foun.

Maski desafiu hotu, nia sei lori ai-laran ida ne'ebé nia inan hadomi iha nia laran: “Esperansa hanesan ahi ne'ebé halo ita nia laran sei nakdoko, maski tempu bokur ohin.” No iha tempu bokur ne'ebé nia kompriende nia rasik, estuda, servisu, halo sakrifísiu, maibé sempre ho matan hatudu ba oin.

Maibé moris, hanesan mota, iha nia kurva no surpresa. Loron ida, Bitleki simu telefone ida ne'ebé halo nia isin malirin—nia inan, Inawai, moras. presisa  los, no nia hatene katak nia la bele hein liu tan. Cidade ne'ebé naroman agora halakon nia naroman, tanba domin mak boot liu. Nia halo desizaun ne'ebé susar, maibé importante: nia fila ba nia aldeia.

Bainhira nia fila fali, nia hare nia inan naruk liu, maibé nia laran sei forte hanesan tinan barak uluk. “Uma hanesan fatin ne'ebé ita nia laran hakmatek, ne'ebé ita nia funu iha signifikadu.” Ho liafuan ne'e, Bitleki hatene katak nia fila fali la'ós de'it atu hare nia inan, maibé tanba nia nia rasik mós presiza kompriende buat ida importante iha moris: fo esperansa ba ema seluk.

Nia hahú servisu atu sustenta nia inan no lao, la'o hanesan inan nia hakarak. Ho hatene ne'ebé nia hetan iha cidade, nia komesa hanorin ba joven sira kona-ba edukasaun no persisténsia. Nia partilha nia esperiénsia, nia fraxu, nia vitória. “Sucesso la'ós de'it kona-ba buat ne'ebé ita hetan, maibé kona-ba ema ida ne'ebé ita sai iha dalan.”

Iha tempu naruk, Bitleki hotu nia estudu no hetan nia diploma. Maibé nia hetan buat boot liu tan: nia aprende katak desafiu boot liu la'ós husi liur, maibé husi ita nia laran rasik. Luta boot liu hanesan ho dúbu ida ne'ebé moris iha ita. Maibé nia mós aprende katak, ho esperansa, barani no esforsu, la iha mehi ida ne'ebé la bele hetan.

Ho diploma iha nia liman, nia fila fali ba cidade, maibé agora ho objetivu ida ne'ebé klaru: nia sei volta mai aldeia hodi hadiak vida ema sira, hanesan moris nia troka nia rasik. Nia hatene katak futuru sei susar, maibé futuru hanesan promesa ne'ebé halao husi ema ne'ebé la sura-an.

“Futuru maka ne'ebé ema ne'ebé fiar iha mehi sira nia bonitás.” Ho liafuan ne'e iha nia laran, Bitleki hakat ba oin atu hadia aldeia, hanesan ema seluk halo fali ba nia. Nia hatene katak kada hakat ida ne'ebé halo ho fiar sei halo dalan ida naroman ba ema seluk. Tan moris la'ós de'it atu hetan buat ne'ebé mundu ofrese, maibé atu fo buat ida ne'ebé iha valor ba sira ne'ebé fiar iha ita.

Fim.