Senin, September 30, 2024

"Di Balik Senyap Dendam"

By: Martins.S.

Engkau, yang di kejauhan sana,
Tatapan matamu tajam bak pisau sembilu,
Mengabaikan arah angin yang berbisik lembut,
Menantang luka-luka sunyi yang bersemayam,
Menggendong dendam yang tak pernah padam,
Menopang harapan yang hampir sirna, demi esok yang kau impikan.

Kau peluk angan tentang masa depan yang indah,
Tanah subur yang menanti benih untuk bertunas,
Sayur mayur yang tumbuh menjulang di bawah mentari ramah,
Kau gendong harapan untuk anak cucu tercinta,
Namun di balik indahnya impian itu, tersembunyi amarah yang menyala.

Kau bak perahu di samudra murka,
Tak tahu bagaimana aku berlayar di bawah badai,
Menggapai masa depan yang gemilang dan penuh cahaya,
Kudaki bukit harapan dengan nafas yang hampir putus,
Namun kau, dengan lembut, menutup tirai semua jalanku,
Dengan senyummu yang tenang, menutup pintu-pintu harapan.

Marahmu tak pernah kau nyatakan,
Namun setiap langkahku, kau jerat dengan seutas tali tak terlihat,
Aku berusaha, dengan segala tenaga,
Demi kehidupan yang lebih indah dan sempurna,
Namun kau, seperti angin malam yang dingin,
Menyapu harapanku tanpa suara, meninggalkan sunyi yang tak terhingga.

&final&

Cuitan Nurani di Padang Gurun

 




By. Martins. S.

Cuitan hati bak api dendam yang membara,
Dari seorang Pimpinan di lembah tanpa jiwa,
Di padang gurun nan tandus penuh luka,
Berbagai cara dia rancang dalam diam,
Agar puas melihat stafnya tenggelam.

Walau karyawannya berkeringat lelah,
Memikul beban tugas sang Raja dengan sepenuh hati,
Berjuang mencegah kanker menjarah,
Namun Pimpinan, hatimu tetap sepi.

Ingatlah, wahai pemimpin di singgasana,
Kau dan aku hanyalah roda yang terus berputar,
Hari ini kau di atas, esok mungkin terjatuh jua,
Sebab keadilan waktu tak pernah pudar.

Cuitan ini bukan hanya sekadar kata,
Tapi seruan dari nurani yang terluka.
Seandainya kau mampu melihat lebih dalam,
Di sana, hanya ada kepedihan yang diam.

*Final*

Di Depan dan Belakang