Kamis, Februari 20, 2025

Gelombang di Desa Kupla Raiflok

By Martins,S. 

Gelombang di Desa Kupla Raiflok

"Perjuangan bukan tentang siapa yang lebih kuat, tetapi siapa yang tidak menyerah."

Di sebuah desa kecil bernama Kupla Raiflok, hiduplah tiga sahabat sejati: Buibu, Buisa, dan Mauklo. Mereka bertiga telah tumbuh bersama, melewati musim kemarau yang panjang dan hujan deras yang sering membawa banjir. Hidup di desa ini penuh tantangan, tetapi kebersamaan membuat mereka tetap bertahan.

Suatu hari, awan kelabu menggelayuti desa mereka. Sebuah proyek besar akan dibangun tak jauh dari desa. Konon, proyek itu membawa kemajuan, tetapi bagi mereka bertiga, itu lebih menyerupai ancaman. Jalan setapak yang mereka lalui sejak kecil akan dibongkar, sawah yang menjadi sumber kehidupan akan digusur, dan rumah-rumah mereka terancam hilang.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Buibu, suaranya gemetar. Ia biasanya pendiam, tetapi kali ini ia tak bisa menyembunyikan kecemasannya.

"Kita harus melawan! Desa ini adalah rumah kita," tegas Buisa. Ia selalu penuh semangat dan tak pernah takut menghadapi tantangan.

Mauklo yang sejak tadi diam, akhirnya menghela napas panjang. "Melawan siapa? Mereka punya uang, punya kuasa. Sedangkan kita?"

Mereka bertiga terdiam. Sejak kecil, mereka tahu bahwa dunia tak selalu adil bagi orang-orang kecil seperti mereka. Tapi apakah itu berarti mereka harus menyerah?

"Harapan adalah cahaya kecil yang mampu menerangi kegelapan sebesar apa pun."

Malam itu, mereka berdiskusi dengan para tetua desa. Semua orang cemas, tetapi juga marah. Mereka tak ingin meninggalkan tanah yang telah mereka jaga selama bertahun-tahun.

"Jika kita bersatu, kita bisa menyuarakan hak kita," ujar seorang tetua desa dengan suara berat.

Maka mulailah perjuangan mereka. Mereka mengumpulkan tanda tangan, mendatangi kantor pemerintahan, dan berusaha menyampaikan suara mereka. Namun, sekeras apa pun mereka berusaha, seolah-olah tak ada yang peduli. Hari demi hari, mereka dihantui ketakutan bahwa desa mereka akan lenyap begitu saja.

"Ketakutan hanya akan menang jika kita memilih diam. Lawan dengan keberanian, meski kecil sekalipun."

Hingga suatu pagi, Buibu, yang biasanya takut-takut, berdiri di tengah lapangan desa dengan suara lantang:

"Kita harus tetap bertahan! Jika kita mundur sekarang, kita akan kehilangan segalanya."

Kata-katanya membakar semangat semua orang. Mereka tak lagi sekadar menunggu, tetapi benar-benar bertindak. Hingga akhirnya, berita perjuangan mereka sampai ke telinga banyak orang. Dukungan datang dari berbagai pihak, dan tekanan terhadap pihak proyek semakin besar.

Hari itu pun tiba. Keputusan dibuat. Pemerintah akhirnya setuju untuk merelokasi proyek itu ke tempat lain tanpa menggusur desa mereka.

Mereka bertiga, Buibu, Buisa, dan Mauklo, berdiri di atas bukit kecil di tepi desa, menatap sawah yang tetap hijau. Mereka tahu, perjalanan ini sulit dan penuh ketegangan. Tetapi mereka juga menyadari satu hal—masa depan tidak akan menghancurkan mereka, selama mereka tetap bersatu.

"Badai akan selalu datang, tetapi mereka yang berakar kuat tak akan tumbang."



Tidak ada komentar: