HAK DAN KEWAJIBAN PUSKESMAS, RUMAH SAKIT, TENAGA KESEHATAN, DAN PASIEN.
BAB I
PENGERTIAN
1.1
Puskesmas
Sebelum membahas hak dan kewajiban Puskesmas, diperlukan pemahaman yang
mendalam mengenai pengertian Puskesmas. Berikut ini beberapa pengertian
Puskesmas:
- Puskesmas adalah unit pelaksana tehnis Dinas Kesehatan Kab/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan (Kepmenkes No.128 th 2004).
- Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja (Departemen Kesehatan RI, 2004).
- Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas ) adalah : suatu kesatuan organisasi Kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi di masyarakat disuatu wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok (Departemen Kesehatan RI 1981).
- Puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya. Puskesmas adalah suatu unit organisasi fungsional yang secara profesional melakukan upaya pelayanan kesehatan pokok yang menggunakan peran serta masyarakat secara aktif untuk dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu (Departemen Kesehatan RI, 1987).
- Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan perkataan lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Departemen Kesehatan RI, 1991).
- Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertangungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja tertentu (Departemen Kesehatan RI, 2006).
1.2
Rumah Sakit
Pembahasan tentang hak dan kewajiban
Rumah Sakit diperlukan pemahaman tentang pengertiannya. Berdasarkan
undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit merupakan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Pemahaman mendalam mengenai Rumah
Sakit diperlukan untuk mengenal jenis-jenisnya. Rumah sakit dibedakan dari
institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan
medis secara menyeluruh kepada pasien. Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan
kelas dan tipe rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan
rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit
pelaksana teknis daerah. Perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadi
sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri
kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen medik.
Adapun jenis-jenis rumah sakit di
Indonesia dibagi-bagi menurut kategori,
diantaranya sebagai berikut :
- Berdasarkan kepemilikan
Berdasarkan kepemilikannya Rumah
Sakit terdiri atas dua yaitu:
1)
Rumah Sakit Pemerintah sifatnya tidak mencari keuntungan, yang dikelola oleh
Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, TNI dan BUMN.
2)
Rumah Sakit Swasta, yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik yang
sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit) maupun yang memang mencari
keuntungan (profit).
- Berdasarkan Layanannya
Berdasarkan sifat layanannya rumah
sakit dibagi dua yaitu sebagai berikut:
Rumah Sakit Umum Untuk Rumah Sakit
Pemerintah, digolongkan menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut:
1)
Rumah Sakit Umum tipe A, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis
spesialistik dan subspesialistik yang luas.
Rumah Sakit Umum tipe B, rumah sakit
umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang
terbatas.
1.3
Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah semua orang
yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang
memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan yang bermutu
diwujudkan dengan subsistem sumber daya manusia kesehatan. Subsistem tersebut
adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan
pelatihan serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Pengadaan tenaga kesehatan harus
berdasarkan tiga unsur Subsistem SDM Kesehatan, yaitu:
- Perencanaan tenaga kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
- Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan adalah upaya pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan kualifikasi yang telah direncanakan serta peningkatan kemampuan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.
- Pendayagunaan tenaga kesehatan adalah upaya pemerataan, pemanfaatan, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan.
1.4
Pasien
Pengertian Pasien diatur dalam
Undang-undang No. 29 tahun 2004, yaitu setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Pada UU
No. 44 Tahun 2009 terjadi perubahan sedikit pada pengertian pasien, yaitu
setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
di Rumah Sakit.
BAB
2
HAK
DAN KEWAJIBAN PUSKESMAS
Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (PKD) kepada seluruh
target sasaran masyarakat di wilayah kerjanya, memiliki hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan kesehatan. Namun, hingga saat ini belum ada undang-undang yang
secara khusus mengatur tentang hak dan kewajiban puskesmas, sebagaimana
undang-undang tentang Rumah Sakit.
Perlu bagi pemerintah untuk membuat
kebijakan yang mengatur tentang Puskesmas secara khusus. Pada KMK no. 128
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat hanya mengatur tentang
tujuan dan fungsi, upaya dan azas penyelenggaran, dan manajemen puskesmas.
2.1
Hak Puskesmas
Hak puskesmas belum di atur secara
khusus dalam perundang-undangan. Namun ada beberapa hal yang hampir merujuk
kepada hak puskesmas, yaitu puskesmas berhak untuk diperkuat oleh Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Poskesdes dalam melaksanakan tugas
di wilayah kerjanya.
2.2
Kewajiban Puskesmas
Seperti halnya hak, kewajiban
puskesmas pun belum diatur secara jelas dalam undang-undang. Namun, dalam
Peraturan Menteri Kesehatan no. 128 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur
tentang upaya kesehatan wajib, fungsi dan tugas, dan azas penyelenggaraan
puskesmas yang konteksnya hampir mirip dengan kewajiban puskesmas, yakni:
- Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan
1)
Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
2)
Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap
program pembangunan di wilayah kerjanya
3)
Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
- Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat :
1)
Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk hidup sehat
2)
Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan
3)
Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan
- Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup:
1)
Pelayanan kesehatan perorangan
2)
Pelayanan kesehatan masyarakat.
- Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes dan jaringan pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan (Dinkes Kabupaten dan Kantor Kecamatan);
- Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya;
- Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pemerataan kesehatan yang diselenggarakan;
- Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya;
- Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya;
Program kesehatan yang telah
dilaksanakan oleh puskesmas untuk masyarakat sekitar sudah banyak dilaksanakan.
Dampak positifnya pun sudah banyak terlihat, sehingga semakin dekat langkah
kita menuju masyarakat yang sehat. Akan tetapi, meskipun banyak hal yang telah
dapat dicapai, masih ada permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan puskesmas.
Masalah tersebut diantaranya adalah belum adanya undang-undang yang khusus
mengatur mengenai hak dan kewajiban puskesmas.
Selama ini, penyelenggaraan puskesmas
belum bisa dioptimalkan sebagaimana yang tercantum dalam tugas pokok dan fungsi
puskesmas itu sendiri. Tidak adanya undang- undang yang secara resmi mengatur
hak dan kewajiban puskesmas menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini perlu
dipertanyakan kepada pemerintah mengenai alasan ketiadaan undang- undang
tersebut. Padahal, puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan juga
memiliki andil yang sama dalam memajukan kesehatan masyarakat, di samping rumah
sakit.
Puskesmas sebagai pelayanan
kesehatan strata pertama seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dari
pemerintah. Mengingat puskesmas sebagai instansi kesehatan yang bersifat
promotif dan preventif, dimana keduanya merupakan upaya kesehatan wajib bagi
masyarakat. Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah membuat peraturan yang
lebih terperinci termasuk mengenai hak dan kewajiban puskesmas dalam
bentuk undang- undang. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menguatkan memperjelas
posisi puskesmas dalam kedudukannyan sebagai pusat layanan kesehatan.Selama ini
peraturan yang menjadi dasar penyelenggaraan puskesmas hanyalah Permenkes,
yakni Permenkes No.128 tentang kebijakan dasar puskesmas.
Perundang- undangan tersebut
sebaiknya dibuat sebelum muncul isu di kalangan masyarakat yang mengganggu
stabilitas kesehatan nasional. Undang- undang tersebut dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya masalah kesehatan di kemudian hari. Selain itu, undang-
undang juga dapat menjadi acuan mengenai hal yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam penyelenggaraan puskesmas.
Dengan adanya undang- undang yang
mengatur tentang puskesmas, maka diharapkan program kesehatan yang dicanangkan
pemerintah dapat tercapai, seperti Indonesia Sehat 2010. Salah satu kendalanya
adalah belum adanya peraturan tertinggi yang diakui pemerintah, yakni undang-
undang yang dapat mendukung permenkes mengenai hal ini.
BAB 3
HAK DAN KEWAJIBAN RUMAH SAKIT
Rumah sakit sebagai institusi
pelayanan kesehatan memiliki hak dan kewajiban yang perlu diketahui oleh semua
pihak.Hak dan kewajiban tersebut digunakan untuk memberikan prosedur-prosedur
bagi layanan kesehatan dalam melakukan tugas dan fungsinya.Hak dan tanggung
jawab tersebut berkaitan erat dengan pasien sebagai penerima jasa, dan
masyarakat harus mengetahui dan memahaminya sebagai pengguna layanan kesehatan.
3.1 Hak Rumah Sakit
Hak rumah sakit adalah kekuasaan
atau kewenangan yang dimiliki rumah sakit untuk mendapatkan atau memutuskan
untuk berbuat sesuatu yaitu:
- Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS nya sesuai dengan kondisi atau keadaan yang ada di RS tersebut (hospital by laws).
- Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS.
- Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.
- Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia kredential.
- Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga, dll).
- Mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
- Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.
2. Kewajiban Rumah Sakit
- Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
- Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan dan status pasien.
- Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (Duty of Care).
- Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan (Quality of Care).
- Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu.
- Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.
- Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku.
- Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.
- Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.
- Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
- Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan perlakuan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.
- Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut.
- Membuat standar dan prosedur tetap untuk pelayanan medik, penunjang medik, maupun non medik.
- Mematuhi Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI).
Di dalam memberikan pelayanan kepada
pasien dan bermitra dengan dokter, rumah sakit memiliki hak dan kewajiban yang
diatur sesuai dengan Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI), Surat Edaran Dirjen Yan
Med No: YM 02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit.
3.2
Kewajiban Rumah Sakit
Dalam meninjau kewajiban Rumah
Sakit, ada dua hal yang dapat diperhatikan dalam peraturan-peraturan kesehatan
dari pemerintah, yaitu persyaratan serta tugas dan fungsi Rumah Sakit. Adapun
persyaratan serta tugas dan fungsi Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a.
Persyaratan Rumah Sakit
Untuk Berdasarkan undang-undang No.
44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam pendirian dan perolehan izin Rumah
Sakit, Rumah Sakit harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
1)
studi kelayakan
2) master
plan
3)
status kepemilikan
4)
rekomendasi izin mendirikan
5)
izin undang-undang gangguan (HO)
6)
persyaratan pengolahan limbah
7)
luas tanah dan sertifikatnya
8)
penamaan
9)
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
10) Izin Penggunaan Bangunan
(IPB)
11) Surat Izin Tempat Usaha
(SITU)
(2) Ketentuan teknis lebih lanjut
mengenai persyaratan izin mendirikan sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran Peraturan ini.
Lampiran dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dapat memperjelas isi
dari undang-undang yang terdapat di atas tersebut. Persyaratan pendirian
RumahSakit dapat dibagi dua, yaitu: persyaratan izin mendirikan Rumah Sakit dan
persyaratan izin operasional Rumah Sakit
1)
Persyaratan Pendirian Izin Rumah Sakit
a)
Studi Kelayakan Rumah Sakit pada dasarnya adalah suatu awal
kegiatanperencanaanrumah sakit secara fisik dan non fisik yang berisi tentang:
(1) Kajian kebutuhan pelayanan rumah
sakit, meliputi:
(a) Demografi,
yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatanpenduduk, serta karakteristik
penduduk yang meliputi umur, jenis kelamindan status perkawinan)
(b)
Sosio-ekonomi, yang mempertimbangkan kultur/kebudayaan, tingkatpendidikan,
angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan domesticrata-rata bruto
(c)
Morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan 10 penyakit utama(Rumah Sakit,
Puskesmas Rawat jalan, Rawat inap), angka kematian(GDR, NDR), angka persalinan,
dan seterusnya
(d) Sarana
dan prasarana kesehatan yang mempertimbangkan jumlah, jenisdan kinerja layanan
kesehatan, jumlah spesialisasi dan kualifikasi tenagakesehatan, jumlah dan
jenis layanan penunjang (canggih, sederhana danseterusnya)
(e)
Peraturan perundang-undangan yang mempertimbangkan kebijakanpengembangan
wilayah pembangunan sektor non kesehatan, kebijakansektor kesehatan dan perumah
sakitan.
(2) Kajian kebutuhan
sarana atau fasilitas dan peralatan medik atau non medik, dana dantenaga yang
dibutuhkan untuk layanan yang akan diberikan, meliputi:
(a)
Sarana dan fasilitas fisik yang mempertimbangkan rencana cakupan, jenislayanan
dan fasilitas lain dengan mengacu dari kajian kebutuhan danpermintaan (program
fungsi dan pogram ruang)
(b)
Peralatan medik dan non medik yang mempertimbangkan perkiraanperalatan yang
akan digunakan dalam kegiatan layanan
(c)
Tenaga atau sumber daya manusia yang mempertimbangkan perkiraankebutuhan tenaga
dan kualifikasi
(d)
Pendanaan yang mempertimbangkan perkiraan kebutuhan dana investasi.
(3) Kajian kemampuan
pembiayaan yang meliputi:
(a)
Prakiraan pendapatan yang mempertimbangkan proyeksi pendapatan yangmengacu dari
perkiraan jumlah kunjungan dan pengisian tempat tidur
(b)
Prakiraan biaya yang mempertimbangkan proyeksi biaya tetap dan biayatidak tetap
dengan mengacu pada perkiraan sumber daya manusia
(c)
Proyeksi Arus Kas (5 -10 tahun)
(d) Proyeksi
Laba/Rugi (5 – 10 tahun)
b)
Master plan adalah strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya
sepuluhtahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal yang
meliputiidentifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan,fasilitas
yang ada,modal dan pembiayaan.
c)
Status kepemilikan dari Rumah Sakit dapat didirikan oleh:
(1)
Pemerintah, harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas
dibidang kesehatan dan instansi tertentu dengan pengelolaan Badan LayananUmum ,
(2)
Pemerintah Daerah, harus berbentuk Lembaga Teknis Daerah denganpengelolaan
Badan Layanan Umum Daerah, atau
(3)
Swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerakdi
bidang perumahsakitan
(a)
Badan hukum dapat berbentuk Yayasan, Perseroan, perseroan terbatas,Perkumpulan
dan Perusahaan Umum.
(b)
Badan hukum dalam rangka penanaman modal asing atau penanamanmodal dalam negeri
harus mendapat rekomendasi dari instansi yangmelaksanakan urusan penanaman
modal asing atau penanaman modaldalam negeri.
(4) Persyaratan pengolahan
limbah meliputi Upaya Kesehatan Lingkungan (UKL), UpayaPemantauan Lingkungan
(UPL) dan atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yangdilaksanakan sesuai jenis
dan klasifikasi Rumah Sakit sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.
(5) Luas tanah untuk Rumah Sakit
dengan bangunan tidak bertingkat, minimal 1½ (satusetengah) kali luas bangunan
dan untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luasbangunan lantai
dasar.Luas tanah dibuktikan dengan akta kepemilikan tanah yangsah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Penamaan Rumah Sakit :
(a) harus
menggunakan bahasa Indonesia, dan
(b) tidak boleh
menambahkan kata ”internasional”, ”kelas dunia”, ”world class”,”global” dan
atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran yangmenyesatkan bagi
masyarakat.
(7) Memiliki Izin undang-undang
gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), IzinPenggunaan Bangunan (IPB)
dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkanoleh instansi berwenang
sesuai ketentuan yang berlaku.
2)
Persyaratan Izin perasional Rumah Sakit
Untuk mendapatkan izin operasional
RS harus memiliki persyaratan:
a)
Memiliki izin mendirikan.
b)
Sarana prasarana
Tersedia dan berfungsinya sarana dan
prasarana pada rawat jalan, rawat inap, gawatdarurat, operasi/bedah, tenaga
kesehatan, radiologi, ruang laboratorium, ruangsterilisasi, ruang farmasi,
ruang pendidikan dan latihan, ruang kantor dan administrasi,ruang ibadah, ruang
tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;ruang menyusui, ruang
mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman,pengolahan sampah,
dan pelataran parkir yang mencukupi sesuai dengan jenis danklasifikasinya.
c)
Tersedia dan berfungsinya peralatan atau perlengkapan medik dan non medik
untukpenyelenggaraan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan,
persyaratanmutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai sesuai dengan jenis
danklasifikasinya.
d) Memiliki izin pemanfaatan
dari instansi berwenang sesuai ketentuan yang berlakuuntuk peralatan tertentu,
misalnya; penggunaan peralatan radiologi harusmendapatkan izin dari Bapeten.
e) Sumber daya manusia,
Tersedianya tenaga medis, dan
keperawatan yang purna waktu, tenaga kesehatanlain dan tenaga non kesehatan
telah terpenuhi sesuai dengan jumlah, jenis danklasifikasinya.
f) Administrasi
manajemen
(1) Memiliki organisasi
paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau DirekturRumah Sakit,unsur
pelayanan medis, unsur keperawatan, unsure penunjangmedis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal, serta administrasi umum dankeuangan.
(a) Kepala Rumah
Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyaikemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan.
(b) Tenaga struktural
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harusberkewarganegaraan Indonesia.
(c) Pemilik Rumah
Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
(2) membuat daftar
tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran ataukedokteran gigi dan tenaga
kesehatan lainnya.
(3) Memiliki dan
menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit(hospital by laws dan
medical staf by laws).
Memilik standar prosedur operasional
pelayanan Rumah Sakit.
b.
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum mempunyai misi
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum
adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara
serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya
rujukan. Dalam rangka menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum
menyelenggarakan kegiatan :
- Pelayanan medis
- Pelayanan dan asuhan keperawatan
- Pelayanan penunjang medis dan nonmedis
- Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan
- Pendidikan, penelitian dan pengembangan
- Administrasi umum dan keuangan
1)
Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit
adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No:983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah
sakit umum adalah melaksanakan upayakesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upayapenyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu denganupaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan rujukan (Siregar, 2004).Universitas Sumatera Utara
2)
Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
a)
menyelenggarakan pelayananmedik, pelayanan penunjang medik dan non medik,
pelayanan dan asuhan keperawatan,
b)
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan
upayakesehatan, administrasi umum dan keuangan.
c)
Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan
penderitasakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit
memberikanpendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi
yang penting.
d)
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telahmenjadi fungsi rumah
sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayananpenderita,
pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat.
Fungsi Rumah Sakit menurut
undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah :
(1)
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
(2)
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
(3)
Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.
(4)
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.
Secara garis besar definisi dari
rumah sakit adalah salah satu lembaga yang akan dikunjungioleh orang yang
mengalami gangguan kesehatan untuk kembali dalam keadaan yang semula yaitu
sehat jasmani dan rohani. Terhadap beberapa jenis dan tingkat gangguan
kesehatan tertentu,orang yang bersangkutan bahkan wajib menjalani perawatan di
rumah sakit.Hal tersebut dikarenakan alat yang diperlukan dan
prosedurpenyembuhan untuk gangguan kesehatan tersebut hanyaterselenggara di
rumah sakit.Namun, satu hal yang penting untukdicatat yaitu hubungan yang
terjalin antara rumah sakit dengan orangyang mengalami gangguan kesehatan
(pasien)tersebut adalah suatu hubungan yang tidak murni bersifatkemanusiaan,
melainkan memiliki aspek bisnis.
Rumah Sakit dalam hal ini merupakan
pelaku usaha, yangmemiliki misi mencari keuntungan ekonomis darikegiatannya.
Pasien adalah konsumen yang membeli jasa kesehatan dari pihak rumah sakit,
sehingga dalam perkembangannya kegiatan bisnis yang dilakukan oleh rumah sakit
telah melahirkan berbagai permasalahan penting yang perlu dicermati secara
seksama, di antaranya tindakan rumah sakit yang menolak untuk merawat pasien
miskin.Rumah sakit menahan pasien yang belum membayar biaya perawatan, rumah
sakit tetap menagihkan biaya perawatan kepada pasien yang miskin, danberbagai
kasus kesalahan pelayanan medis atau yang umum dikenal dengan istilah
mal-praktik.
BAB 4
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Pada pusat pelayanan kesehatan ada
tenaga kesehatan yang mempunyai hak dan kewajiban. Tenaga kesehatan yang
dibahas dalam subbab ini meliputi dokter, dokter gigi, bidan, ahli gizi dan
sanitarian. Pengaturan hak dan kewajiban telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan antara lain Undang-Undang Praktik Kedokteran, Undang-Undang
Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan dan Surat
Edaran Dirjen Pelayanan Medik No. YM.01.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan
Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
Mengacu kepada peraturan
perundang-undangan tersebut, maka sudah seharusnya petugas pelayanan kesehatan
mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Berikut ini adalah uraian
mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan:
4.1 Kewajiban Ahli Gizi
Kewajiban ahli gizi diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 374 tahun 2007 tentang standar profesi
gizi. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
a. Kewajiban Umum
1) Ahli Gizi berperan
meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan
kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
2) Ahli Gizi
berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap,
perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya menurut standar profesi yang
telah ditetapkan.
4) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5) Ahli Gizi
berkewajiban menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi
terkini, dan dalam menginterpretasikan informasi hendaknya objektif tanpa
membedakan individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan yang benar.
6) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat
bekerjasama dengan fihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.
7) Ahli Gizi dalam
melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban
senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
8) Ahli Gizi dalam
berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya
berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
b. Kewajiban terhadap klien
1) Ahli Gizi
berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusaha memelihara dan meningkatkan
status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di
masyarakat umum.
2) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang
dilayaninya baik pada saat klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya,
bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk
keperluan kesaksian hukum.
3) Ahli Gizi dalam
menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan menghargai kebutuhan unik
setiap klien yang dilayani dan peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak
melakukan diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis
kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.
4) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.
5) Ahli Gizi
berkewajiban memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga
memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi
tersebut.
6) Ahli Gizi dalam
melakukan tugasnya, apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan
berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang
mempunyai keahlian.
c. Kewajiban terhadap masyarakat
1) Ahli Gizi
berkewajiban melindungi masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan
pelayanan, informasi yang salah dan praktik yang tidak etis berkaitan dengan
gizi, pangan termasuk makanan dan terapi gizi/diet. ahli gizi hendaknya
senantiasa memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual, akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2) Ahli Gizi senantiasa
melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah masalah
gizi di masyarakat.
3) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah
terjadinya masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat.
4) Ahli Gizi
berkewajiban memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik
yang seimbang sesuai dengan nilai paktek gizi individu yang baik.
5) Dalam bekerja sama
dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi berkewajiban hendaknya
senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain
dengan sungguh-sungguh demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di
masyarakat.
6) Ahli Gizi dalam
mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban senantiasa
tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau
menyesatkan masyarakat
d. Kewajiban terhadap teman
seprofesi dan rekan kerja
1) Ahli Gizi dalam
bekerja melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi
masyarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai
berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
2) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa memelihara hubungan persahabatan yang harmonis dengan
semua organisasi atau disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya
meningkatkan status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
3) Ahli Gizi
berkewajiban selalu menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru
kepada sesama profesi dan mitra kerja.
e. Kewajiban terhadap profesi dan
diri sendiri
1) Ahli Gizi
berkewajiban mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang dicanangkan
oleh profesi.
2) Ahli Gizi
berkewajiban senantiasa memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang
diperlukan dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi
terkini serta peka terhadap perubahan lingkungan.
3) Ahli Gizi harus
menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani mengemukakan
pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau menerima pendapat
orang lain yang benar.
4) Ahli Gizi dalam
menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak sesuai
dengan jasanya, meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana
ahli gizi diperkerjakan).
5) Ahli Gizi
berkewajiban tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang
lain untuk melawan hukum.
6) Ahli Gizi
berkewajiban memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan
baik.
7) Ahli Gizi
berkewajiban melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan perseorangan
atau kebesaran seseorang.
8) Ahli Gizi berkewajiban selalu
menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi profesi.
4.2
Kewajiban Sanitarian (Ahli Kesehatan Lingkungan)
Kewajiban sanitarian diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 373 tahun 2007 tentang standar profesi
sanitarian. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
a. Kewajiban umum
1) Seorang
sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi
dengan sebaik-baiknya.
2) Seorang sanitarian
harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi
yang tertinggi.
3) Dalam melakukan
pekerjaan atau praktik profesi sanitasi, seorang sanitarian tidak boleh
dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian
profesi.
4) Seorang sanitarian
harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
5) Seorang sanitarian
senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru
yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
6) Seorang hanya
memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara
komprehensif.
7) Seorang sanitarian
dalam menjalankan profesinya, harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian
lingkungan.
8) Seorang sanitarian
harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman
seprofesinya, dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau kebohongan dalam Menangani masalah klien atau masyarakat.
9) Seorang sanitarian
harus menghormati hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau
masyarakat.
10) Dalam melakukan
pekerjaannya seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan secara menyeluruh, baik fisik,
biologi maupun sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenar-benarnya.
11) Seorang sanitarian dalam bekerja
sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat,
harus saling menghormati.
b. Kewajiban terhadap klien /
masyarakat
1) Seorang sanitarian
wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau penyelesaian masalah, maka ia wajib
berkonsultasi, bekerjasama dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada
sanitarian lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
2) Seorang sanitarian
wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab.
3) Seorang sanitarian
wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi secara tuntas dan keseluruhan.
4) Seorang sanitarian
wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya.
5) Seorang sanitarian
wajib mendapatkan perlindungan atas praktik pemberian pelayanan.
c. Kewajiban terhadap teman seprofesi
1) Seorang sanitarian
memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
2) Seorang sanitarian
tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali
dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.
d. Kewajiban terhadap diri sendiri
1) Seorang sanitarian
harus memperhatikan dan mempraktikan hidup bersih dan sehat supaya dapat
bekerja dengan baik.
2) Seorang sanitarian
harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan lingkungan, kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.
4.3 Kewajiban Bidan
Kewajiban bidan diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan nomor 369 tahun 2007 tentang standar profesi bidan. Berbagai
kewajiban tersebut antara lain:
a. Kewajiban bidan terhadap
klien dan masyarakat
1)
Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya
dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2)
Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3)
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4)
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5)
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6)
Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
derajart kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1)
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2)
Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan atau
rujukan.
3)
Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien.
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat
dan tenaga kesehatan lainnya
1)
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
2)
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya
d. Kewajiban bidan terhadap
profesinya
1)
Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan
menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat
2)
Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3)
Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri
sendiri
1)
Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas
profesinya dengan baik
2)
Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3)
Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
4)
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
5)
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
6) Setiap bidan
melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah
untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
KIA/KB dan kesehatan keluarga.
4.4 Kewajiban Dokter dan
Dokter Gigi
Kewajiban dokter pada dasarnya
terdiri dari kewajiban yang timbul akibat profesinya atau sifat layanan
medisnya yang diatur dalam sumpah dokter, etika kedokteran dan berbagai standar
dan pedoman, kewajiban menghormati hak pasien dan kewajiban yang berhubungan
dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan. Penyelenggaraan praktik kedokteran
diatur dalam Undang-Undang 29 Tahun 2004 Pasal 51 bahwa dokter dan dokter gigi
memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. memberikan pelayanan medis sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien;
b. merujuk pasien ke dokter
atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia;
Merahasiakan keadaan pasien diwajibkan dalam sumpah dokter, kode etik dokter
atau dokter gigi dan perundangan. Sebagian ini mengatakan absolut dan sebagian
mengatakan relatif. Maksud dari relatif sendiri adalah rahasia ini dapat dibuka
untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum,
permintaan pasien sendiri, atau ada ketentuan perundangan yang mengkondisikan
rahasia tersebut harus diungkap.
d. melakukan pertolongan darurat
atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas
dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Kewajiban dokter dan dokter gigi
juga diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi
dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi mengatur kewajiban dokter dan
dokter gigi antara lain:
a. Setiap dokter dan dokter
gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan
atau praktik perorangan wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP).
Hal
ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 12 Tentang Rumah
Sakit yang berisi bahwa setiap tenaga kesehatan yang melakukan praktik
kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki SIP sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Dokter atau dokter gigi
dalam melaksanakan praktik kedokteran didasarkan pada kesepakatan antara dokter
atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan
c. Dokter dan dokter gigi
dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
d. Pada pasal 20 mengatur tentang
pemasangan papan nama praktik kedokteran.
Pasal 20
(1) Dokter dan dokter gigi yang
telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik perorangan wajib memasang papan
nama praktik kedokteran.
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud
ayat (1) harus memuat nama dokter atau dokter gigi dan nomor registrasi sesuai
dengan SIP yang diberikan.
(3) Dalam hal dokter dan dokter gigi
sebagaimana dimaksud ayat (2) berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk
dokter dan dokter gigi pengganti.
(4) Dokter dan dokter gigi pengganti
sebagaimana dimaksud ayat (3) harus dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP
atau sertifikat Kompetensi peserta PPDS dan STR
(sumber: Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik
Dokter dan Dokter Gigi)
Setiap penyelenggaraan praktik
kedokteran pasti akan terdapat tindakan kedokteran baik bersifat
praventif, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif atau berupa tindakan
invasif maupun tindakan yang berisiko tinggi bagi kehidupan pasien. Terkait
tindakan kedokteran di atas, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 mengatur tentang persetujuan tindakan kedokteran.
Dalam kebijakan ini ada beberapa hal yang wajib untuk dilakukan dokter atau
dokter gigi saat tindakan kedokteran diaplikasikan yaitu:
a. Dokter atau dokter
gigi harus meminta persetujuan atas semua tindakan kedokteran yang dilakukan
kepada pasien baik secara tertulis atau lisan.
Hal
ini diatur dalam pasal 2 ayat 1 dan 2. Kemudian pada ayat 3 dijelaskan bahwa
persetujuan diberikan setelah dokter atau dokter gigi menjelaskan perlunya
tindakan kedokteran tersebut.
Pada
pasal 3 ditegaskan kembali bahwa dokter atau dokter gigi yang melakukan
tindakan kedokteran berisiko wajib meminta persetujuan secara tertulis yang
ditandatangani oleh pihak yang berhak memberikan persetujuan. Namun pada
keadaan darurat, tindakan kedokteran dilakukan tanpa meminta persetujuan lebih
dahulu seperti yang diatur dalam pasal 4 ayat 1.
b. Dokter atau dokter
gigi harus memberikan penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan
langsung kepada pasien dan atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak
diminta.
Penjelasan tentang tindakan kedokteran setidaknya mencakup:
1)
Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
2)
Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3)
Altematif tindakan lain, dan risikonya;
4)
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5)
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6)
Perkiraan pembiayaan.
4.5 Kewenangan dan Hak
Ahli Gizi, Sanitarian, Bidan, Dokter dan Dokter Gigi
a. Kewenangan
Kewenangan ahli gizi dan sanitarian
tidak diatur khusus dalam suatu peraturan. Secara umum kewenangan tenaga kerja
diatur dalam UU no. 36 tahun 2009 pasal 22 yaitu tenaga kesehatan berwenang
untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dimaksud
dilakukan sesuai bidang keahlian yang dimiliki.
Kewenangan bidan diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 900 tahun 2002 tentang regristasi dan praktik
bidan. Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah
tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi
ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. Bidan dalam menjalankan praktiknya
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1)
pelayanan kebidanan;
a) memberikan imunisasi;
b) memberikan suntikan pada
penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c) mengeluarkan placenta
secara manual;
d) bimbingan senam hamil;
e) pengeluaran sisa jaringan
konsepsi;
f) episiotomi;
g) penjahitan luka episiotomi
dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h) amniotomi pada pembukaan
serviks lebih dari 4 cm;
i) pemberian infus;
j) pemberian suntikan
intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
k) kompresi bimanual;
l) versi ekstraksi
gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m) vacum ekstraksi dengan kepala
bayi di dasar panggul;
n) pengendalian anemi;
o) meningkatkan pemeliharaan
dan penggunaan air susu ibu;
p) resusitasi pada bayi baru
lahir dengan asfiksia;
q) penanganan hipotermi;
r) pemberian minum dengan
sonde/ pipet;
s) pemberian obat-obat
terbatas, melalui lembaran permintaan obat
t) pemberian surat keterangan
kelahiran dan kematian.
2)
pelayanan keluarga berencana;
a) memberikan obat dan alat kontrasepsi
oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit
dan kondom;
b) memberikan penyuluhan/konseling
pemakaian kontrasepsi;
c) melakukan pencabutan alat
kontrasepsi dalam rahim;
d)
melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit;
e) memberikan konseling untuk
pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.
3)
pelayanan kesehatan masyarakat
a) pembinaan peran serta masyarakat
dibidang kesehatan ibu dan anak;
b) memantau tumbuh kembang anak;
c) melaksanakan pelayanan kebidanan
komunitas;
d)
melaksanakan deteksi dini, melaksanakan
pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual
(IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
serta penyakit lainnya.
b. Hak
Hak ahli gizi, sanitarian dan bidan tidak diatur khusus dalam suatu peraturan.
Hak tenaga kesehatan secara umum dijelaskan pada PP nomor 36 tahun 1996, yaitu:
1) Pasal 10:
Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan
di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
2)
Pasal 24: Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
3) Pasal 25:
Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi
kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal dunia dalam
melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
4)
Pasal 26: Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk
meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan
kesejahteraan tenaga kesehatan.
Hak dokter dan dokter gigi
dijelaskan pada Undang-Undang 29 Tahun 2004 yaitu:
1) Memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional. Standar profesi dijelaskan pada penjelasan pasal 50 Undang-Undang
29 Tahun 2004 yaitu:
Yang dimaksud dengan “standar profesi”
adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude)
minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan
kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh
organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan “standar
prosedur operasional” adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar
prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan
yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
(sumber: Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran)
Dokter yang melaksanakan standar profesi dan standar prosedur operasional tidak
dapat disalahkan karena bukan melakukan kelalaian atau kesalahan. Cidera atau
kerugian pasien dapat saja disebabkan karena perjalanan penyakitnya sendiri
atau karena risiko medis yang dapat diterima dan telah disetujui pasien dalam informed
consent.
2) Memberikan pelayanan
medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional.
Dokter diberi hak untuk menolak permintaan pasien atau keluarganya yang
dianggap melanggar peraturan perundang-undangan, etika, standar profesi dan
atau Standar Prosedur Operasional (SPO).
3) Menghentikan jasa
profesionalnya kepada pasien apabila misalnya hubungan dengan pasien sudah
berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan
lagi, kecuali untuk pasien kepada dokter lain.
4) Berhak atas privasi
(berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan aleh pasien dengan ucapan atau
tindakan yang melecehkan atau memalukan).
5) Memperoleh informasi
yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
Informasi pendukung yang berkaitan dengan identitas dan faktor kontribusi yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit dan penyembuhan penyakit.
6) Berhak atas
informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas
terhadap pelayanannya.
7) Berhak untuk
diperlakan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun aleh pasien.
8) Menerima imbalan dan
jasa.
Hak yang timbul akibat hubungan dokter dengan pasien yang pemenuhannya
merupakan kewajiban pasien.
BAB 5
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
Pasien sebagai pengguna sarana
pelayanan kesehatan tentu mempunyai kewajiban dan hak yang harus dipenuhi.
Kepentingan dan hak pasien tersebut terlindungi sejak diberlakukannya UU nomor
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
5.1
Hak Pasien
Pasien sebagai konsumen kesehatan
memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak
bertanggungjawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan,
keamanan, dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima.
Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang
mengancam keselamatan atau kesehatan.
Hak pasien yang lainnya sebagai
konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan
yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat
menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah
sakit dalam pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang
diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga
berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat
penyakit pasien.
Dalam UU No 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, pasal 53 menyebutkan
(1) Tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien.
(3) Tenaga kesehatan, untuk
kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang
dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai standar
profesi dan hak-hak pasien sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada ayat (2) yang dimaksud hak
pasien yakni hak atas Informasi, hak atas pendapat kedua (second opinion),
hak atas kerahasiaan, hak atas persetujuan tindakan medis, hak atas masalah
spiritual, dan hak atas ganti rugi.
Dalam pasal 55 UU no 23 tahun 1992
tertulis:
(1) Setiap orang berhak atas
ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Telah jelas tercantum pada pasal di
atas bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan
kelalaian petugas kesehatan.
Pada UU No 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak pasien, yang
meliputi:
- Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat
(3);
- Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
- Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
- Menolak tindakan medis; dan
- Mendapatkan isi rekam medis.
Hak Pasien dalam sebuah rumah sakit
telah diatur dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pada pasal 32
disebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:
- Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
- Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
- Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
- Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
- Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
- Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
- Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
- Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
- Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
- Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
- Memberikan persetujuan atau meno
SUMBER :http://rifkyanindika-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35260-