(Cerpen)
By Martins,S.
Antonie dan Cilia adalah pasangan
suami istri yang saling mencintai dan berusaha membangun kehidupan bersama,
meskipun mereka menyadari bahwa tidak semua hal dalam hidup ini berjalan sesuai
dengan harapan. Mereka memiliki visi yang sama dalam hidup, yaitu menciptakan
keluarga yang harmonis dan bahagia, tetapi seperti kebanyakan pasangan lainnya,
mereka juga harus menghadapi tantangan-tantangan yang datang dalam perjalanan
mereka.
Antonie adalah seorang pria yang
ambisius. Sejak muda, ia telah
bertekad untuk mencapai puncak karier. Ia bekerja keras di dunia bisnis,
memulai dengan usaha kecil hingga akhirnya dapat membangun sebuah perusahaan
besar. Waktu bagi keluarga seringkali menjadi hal yang kedua baginya. Cilia, di
sisi lain, adalah wanita yang penuh perhatian dan memiliki latar belakang
pendidikan psikologi. Ia bekerja di bidang yang sangat menghargai empati dan
pengertian, yaitu sebagai seorang konselor di sebuah lembaga pendidikan. Cilia
sangat mencintai keluarga mereka, dan ia merasa bahagia ketika bisa merawat
suami dan anak-anak mereka dengan penuh cinta.
Pada awal pernikahan mereka, Antonie dan Cilia merasa sangat bahagia. Mereka
menikah dengan penuh harapan dan impian untuk masa depan. Mereka membangun
rumah bersama, merancang masa depan mereka, dan memulai kehidupan baru sebagai
pasangan suami istri. Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan-tantangan
mulai muncul. Antonie yang semakin sibuk dengan pekerjaannya sering kali pulang
larut malam, bahkan kadang-kadang harus bepergian untuk urusan pekerjaan yang
tidak bisa ditunda. Cilia yang selalu berada di rumah merawat anak-anak mereka,
mulai merasa terabaikan dan kesepian. Meskipun mereka berdua saling mencintai,
mereka merasa ada jarak yang terbentuk di antara mereka.
Pada suatu malam, setelah Antonie pulang larut dari kantor, ia duduk di
meja makan bersama Cilia. Wajah Cilia terlihat letih, tetapi ia tetap
memberikan senyuman yang tulus kepada suaminya. Antonie duduk dan menyadari
betapa banyak waktu yang telah hilang tanpa bisa ia habiskan bersama
keluarganya. Dia mulai merenung dan berkata, "Cilia, apakah kamu merasa
kita semakin jauh satu sama lain?"
Cilia menatap suaminya, lalu menarik napas panjang. "Aku tidak tahu,
Antonie. Aku merasa seperti kita mulai terpisah oleh rutinitas kita
masing-masing. Kamu terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, dan aku terlalu sibuk
dengan anak-anak dan pekerjaan rumah. Kadang aku merasa kita berjalan di jalan
yang berbeda."
Antonie terdiam, dan perasaan penyesalan mulai menguasai dirinya. Ia
menyadari bahwa meskipun ia bekerja keras untuk masa depan mereka, ia telah
mengabaikan peranannya sebagai suami dan ayah. Cilia yang selalu ada untuknya
mulai merasakan kesendirian, dan itu adalah sesuatu yang tidak ingin ia biarkan
berlarut-larut. "Aku menyesal, Cilia. Aku sudah terlalu fokus pada
pekerjaan dan lupa bahwa kamu dan anak-anak kita adalah yang terpenting dalam
hidupku."
Cilia mengangguk, tetapi ia tetap tersenyum. "Aku tahu, Antonie. Aku
tahu kamu bekerja keras untuk masa depan kita, tapi kita juga perlu waktu untuk
keluarga. Kita perlu saling mendukung dan memahami satu sama lain."
Antonie menyadari bahwa hubungan mereka membutuhkan lebih dari sekadar
cinta. Ia harus belajar untuk menyeimbangkan karier dan keluarga.
"Keluarga kita harus berjalan bersama, seperti sepasang sepatu," kata
Antonie dengan penuh keyakinan. "Sepasang sepatu mungkin terlihat
terpisah, tetapi mereka selalu bergerak bersama menuju tujuan yang sama. Jika
salah satu sepatu tidak bergerak dengan baik, sepatu yang lainnya juga tidak
akan bisa berjalan dengan baik."
Cilia tersenyum mendengar kata-kata suaminya. "Aku suka apa
yang kamu katakan, Antonie. Kita harus belajar untuk bekerja sama, saling
mendukung, dan bergerak maju bersama."
Sejak malam itu, Antonie bertekad
untuk lebih banyak meluangkan waktu bersama Cilia dan anak-anak mereka. Ia
mulai mengatur jadwal kerjanya dengan lebih baik agar dapat pulang lebih awal
dan menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarganya. Cilia pun, meskipun
merasa tanggung jawabnya di rumah tidak berkurang, mulai melibatkan Antonie
dalam kegiatan sehari-hari mereka. Mereka berdua mulai berbicara lebih banyak,
mengungkapkan perasaan mereka, dan berbagi harapan serta impian untuk masa
depan.
Namun, perjalanan mereka tidak
selalu mulus. Terkadang, Antonie harus kembali ke rutinitas yang padat dan
kembali melupakan waktu bersama keluarganya. Begitu pula dengan Cilia, yang
kadang-kadang merasa tertekan dengan beban pekerjaan rumah dan peran sebagai
ibu. Akan tetapi, mereka berdua terus berusaha untuk menjaga keseimbangan itu,
untuk terus berjalan bersama sebagai sepasang sepatu yang tak terpisahkan.
Setiap kali tantangan datang,
mereka kembali pada prinsip yang mereka sepakati, bahwa keluarga mereka harus
berjalan bersama, seperti sepatu yang selalu mendukung langkah satu sama lain.
Mereka sadar bahwa kehidupan pernikahan bukan hanya soal kebahagiaan, tetapi
juga soal perjuangan, pengorbanan, dan saling mendukung di setiap langkah.
Di suatu pagi, ketika Antonie dan Cilia sedang berjalan bersama di taman,
mereka berbicara tentang masa depan mereka. Antonie berkata, "Aku merasa
kita semakin dekat lagi, Cilia. Kita mulai menemukan cara untuk bekerja sama.
Aku janji akan selalu ada untukmu, untuk anak-anak kita, dan untuk keluarga
kita."
Cilia tersenyum bahagia. "Aku juga merasa demikian, Antonie. Kita
mulai berjalan bersama lagi. Seperti sepasang sepatu, meskipun kadang terasa
berat, kita bisa menghadapinya jika kita saling mendukung."
Hari demi hari, Antonie dan Cilia belajar untuk saling memahami lebih
dalam, dan mereka menjadi pasangan yang lebih kuat. Mereka menyadari
bahwa pernikahan adalah tentang perjalanan bersama, bukan hanya tentang tujuan.
Mereka adalah sepasang sepatu yang saling melengkapi, saling mendukung, dan
selalu bergerak maju bersama, tidak peduli seberapa berat perjalanan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar