Senin, Juli 07, 2014

HAK DAN KEWAJIBAN PUSKESMAS, RUMAH SAKIT, TENAGA KESEHATAN, DAN PASIEN.



HAK DAN KEWAJIBAN PUSKESMAS, RUMAH SAKIT, TENAGA KESEHATAN, DAN PASIEN.

BAB I
PENGERTIAN

  1.1     Puskesmas
            Sebelum membahas hak dan kewajiban Puskesmas, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai pengertian Puskesmas. Berikut ini beberapa pengertian Puskesmas:
  1. Puskesmas adalah unit pelaksana tehnis Dinas Kesehatan Kab/kota yang  bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan (Kepmenkes No.128 th 2004).
  2. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja (Departemen Kesehatan RI, 2004).
  3. Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas )  adalah : suatu kesatuan organisasi Kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi di masyarakat disuatu wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok (Departemen Kesehatan RI 1981).
  4. Puskesmas adalah sebagai   pusat pembangunan   kesehatan masyarakat  serta menyelenggarakan   pelayanan kesehatan   terdepan  dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya. Puskesmas adalah suatu unit organisasi fungsional yang secara profesional melakukan upaya pelayanan kesehatan pokok yang menggunakan peran serta masyarakat secara aktif untuk dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu (Departemen Kesehatan RI, 1987).
  5. Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan perkataan lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Departemen Kesehatan RI, 1991).
  6. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertangungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja tertentu (Departemen Kesehatan RI, 2006).
     1.2  Rumah Sakit
Pembahasan tentang hak dan kewajiban Rumah Sakit diperlukan pemahaman tentang pengertiannya. Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit merupakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Pemahaman mendalam mengenai Rumah Sakit diperlukan untuk mengenal jenis-jenisnya. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien. Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan tipe rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. Perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen medik.
Adapun jenis-jenis rumah sakit di Indonesia dibagi-bagi menurut kategori,
diantaranya sebagai berikut :
  1. Berdasarkan kepemilikan
Berdasarkan kepemilikannya Rumah Sakit terdiri atas dua yaitu:
1)        Rumah Sakit Pemerintah sifatnya tidak mencari keuntungan, yang dikelola oleh Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, TNI dan BUMN.
2)        Rumah Sakit Swasta, yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik yang sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit) maupun yang memang mencari keuntungan (profit).
  1. Berdasarkan Layanannya
Berdasarkan sifat layanannya rumah sakit dibagi dua yaitu sebagai berikut:
Rumah Sakit Umum Untuk Rumah Sakit Pemerintah, digolongkan menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut:
1)             Rumah Sakit Umum tipe A, rumah sakit umum yang memberikan  layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang luas.
Rumah Sakit Umum tipe B, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang terbatas.
     1.3 Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan yang bermutu diwujudkan dengan subsistem sumber daya manusia kesehatan. Subsistem tersebut adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pengadaan tenaga kesehatan harus berdasarkan tiga unsur Subsistem SDM Kesehatan, yaitu:
  1. Perencanaan tenaga kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
  2. Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan adalah upaya pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan kualifikasi yang telah direncanakan serta peningkatan kemampuan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.
  3. Pendayagunaan tenaga kesehatan adalah upaya pemerataan, pemanfaatan, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan.
     1.4  Pasien
Pengertian Pasien diatur dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004, yaitu setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Pada UU No. 44 Tahun 2009 terjadi perubahan sedikit pada pengertian pasien, yaitu setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

BAB 2
HAK DAN KEWAJIBAN PUSKESMAS

            Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (PKD) kepada seluruh target sasaran masyarakat di wilayah kerjanya, memiliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan kesehatan. Namun, hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang hak dan kewajiban puskesmas, sebagaimana undang-undang tentang Rumah Sakit. 
Perlu bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang mengatur tentang Puskesmas secara khusus. Pada KMK no. 128 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat hanya mengatur tentang tujuan dan fungsi, upaya dan azas penyelenggaran, dan manajemen puskesmas.
  2.1     Hak Puskesmas
Hak puskesmas belum di atur secara khusus dalam perundang-undangan. Namun ada beberapa hal yang hampir merujuk kepada hak puskesmas, yaitu puskesmas berhak untuk diperkuat oleh Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Poskesdes dalam melaksanakan tugas di wilayah kerjanya.
  2.2     Kewajiban Puskesmas
Seperti halnya hak, kewajiban puskesmas pun belum diatur secara jelas dalam undang-undang. Namun, dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 128 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya kesehatan wajib, fungsi dan tugas, dan azas penyelenggaraan puskesmas yang konteksnya hampir mirip dengan kewajiban puskesmas, yakni:
  1. Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan
1)        Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
2)        Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
3)        Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
  1. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat :
1)        Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat
2)        Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan
3)        Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan
  1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup:
1)        Pelayanan kesehatan perorangan
2)        Pelayanan kesehatan masyarakat.
  1. Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes dan jaringan pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan (Dinkes Kabupaten dan Kantor Kecamatan);
  2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya;
  3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pemerataan kesehatan yang diselenggarakan;
  4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya;
  5. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya;
Program kesehatan yang telah dilaksanakan oleh puskesmas untuk masyarakat sekitar sudah banyak dilaksanakan. Dampak positifnya pun sudah banyak terlihat, sehingga semakin dekat langkah kita menuju masyarakat yang sehat. Akan tetapi, meskipun banyak hal yang telah dapat dicapai, masih ada permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan puskesmas. Masalah tersebut diantaranya adalah belum adanya undang-undang yang khusus mengatur mengenai hak dan kewajiban puskesmas.
Selama ini, penyelenggaraan puskesmas belum bisa dioptimalkan sebagaimana yang tercantum dalam tugas pokok dan fungsi puskesmas itu sendiri. Tidak adanya undang- undang yang secara resmi mengatur hak dan kewajiban puskesmas menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini perlu dipertanyakan kepada pemerintah mengenai alasan ketiadaan undang- undang tersebut. Padahal, puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan juga memiliki andil yang sama dalam memajukan kesehatan masyarakat, di samping rumah sakit.
Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan strata pertama seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Mengingat puskesmas sebagai instansi kesehatan yang bersifat promotif dan preventif, dimana keduanya merupakan upaya kesehatan wajib bagi masyarakat. Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah membuat peraturan yang lebih terperinci termasuk  mengenai hak dan kewajiban puskesmas dalam bentuk undang- undang. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menguatkan memperjelas posisi puskesmas dalam kedudukannyan sebagai pusat layanan kesehatan.Selama ini peraturan yang menjadi dasar penyelenggaraan puskesmas hanyalah Permenkes, yakni Permenkes No.128 tentang kebijakan dasar puskesmas.
Perundang- undangan tersebut sebaiknya dibuat sebelum muncul isu di kalangan masyarakat yang mengganggu stabilitas kesehatan nasional. Undang- undang tersebut dapat digunakan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan di kemudian hari. Selain itu, undang- undang juga dapat menjadi acuan mengenai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam penyelenggaraan puskesmas.
Dengan adanya undang- undang yang mengatur tentang puskesmas, maka diharapkan program kesehatan yang dicanangkan pemerintah dapat tercapai, seperti Indonesia Sehat 2010. Salah satu kendalanya adalah belum adanya peraturan tertinggi yang diakui pemerintah, yakni undang- undang yang dapat mendukung permenkes mengenai hal ini.

BAB 3
HAK DAN KEWAJIBAN RUMAH SAKIT
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan memiliki hak dan kewajiban yang perlu diketahui oleh semua pihak.Hak dan kewajiban tersebut digunakan untuk memberikan prosedur-prosedur bagi layanan kesehatan dalam melakukan tugas dan fungsinya.Hak dan tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan pasien sebagai penerima jasa, dan masyarakat harus mengetahui dan memahaminya sebagai pengguna layanan kesehatan.
3.1 Hak Rumah Sakit
Hak rumah sakit adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki rumah sakit untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu yaitu:
  1. Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS nya sesuai dengan kondisi atau keadaan yang ada di RS tersebut (hospital by laws).
  2. Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS.
  3. Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.
  4. Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia kredential.
  5. Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga, dll).
  6. Mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
  7. Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.
2.   Kewajiban Rumah Sakit
  1. Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
  2. Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan dan status pasien.
  3. Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (Duty of Care).
  4. Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan (Quality of Care).
  5. Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu.
  6. Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.
  7. Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku.
  8. Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.
  9. Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.
  10. Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
  11. Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan perlakuan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.
  12. Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut.
  13. Membuat standar dan prosedur tetap untuk pelayanan medik, penunjang medik, maupun non medik.
  14. Mematuhi Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI).
Di dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan bermitra dengan dokter, rumah sakit memiliki hak dan kewajiban yang diatur sesuai dengan Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI), Surat Edaran Dirjen Yan Med No: YM 02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
3.2     Kewajiban Rumah Sakit
Dalam meninjau kewajiban Rumah Sakit, ada dua hal yang dapat diperhatikan dalam peraturan-peraturan kesehatan dari pemerintah, yaitu persyaratan serta tugas dan fungsi Rumah Sakit. Adapun persyaratan serta tugas dan fungsi Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a.          Persyaratan Rumah Sakit
Untuk Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam pendirian dan perolehan izin Rumah Sakit, Rumah Sakit harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
1)      studi kelayakan
2)      master plan
3)      status kepemilikan
4)      rekomendasi izin mendirikan
5)      izin undang-undang gangguan (HO)
6)      persyaratan pengolahan limbah
7)      luas tanah dan sertifikatnya
8)      penamaan
9)      Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
10)  Izin Penggunaan Bangunan (IPB)
11)  Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
(2) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai persyaratan izin mendirikan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Peraturan ini.
            Lampiran dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dapat memperjelas isi dari undang-undang yang terdapat di atas tersebut. Persyaratan pendirian RumahSakit dapat dibagi dua, yaitu: persyaratan izin mendirikan Rumah Sakit dan persyaratan izin operasional Rumah Sakit
1)      Persyaratan Pendirian Izin Rumah Sakit
a)      Studi Kelayakan Rumah Sakit pada dasarnya adalah suatu awal kegiatanperencanaanrumah sakit secara fisik dan non fisik yang berisi tentang:
(1) Kajian kebutuhan pelayanan rumah sakit, meliputi:
(a)      Demografi, yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatanpenduduk, serta karakteristik penduduk yang meliputi umur, jenis kelamindan status perkawinan)
(b)      Sosio-ekonomi, yang mempertimbangkan kultur/kebudayaan, tingkatpendidikan, angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan domesticrata-rata bruto
(c)      Morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan 10 penyakit utama(Rumah Sakit, Puskesmas Rawat jalan, Rawat inap), angka kematian(GDR, NDR), angka persalinan, dan seterusnya
(d)     Sarana dan prasarana kesehatan yang mempertimbangkan jumlah, jenisdan kinerja layanan kesehatan, jumlah spesialisasi dan kualifikasi tenagakesehatan, jumlah dan jenis layanan penunjang (canggih, sederhana danseterusnya)
(e)      Peraturan perundang-undangan yang mempertimbangkan kebijakanpengembangan wilayah pembangunan sektor non kesehatan, kebijakansektor kesehatan dan perumah sakitan.
(2)   Kajian kebutuhan sarana atau fasilitas dan peralatan medik atau non medik, dana dantenaga yang dibutuhkan untuk layanan yang akan diberikan, meliputi:
(a)      Sarana dan fasilitas fisik yang mempertimbangkan rencana cakupan, jenislayanan dan fasilitas lain dengan mengacu dari kajian kebutuhan danpermintaan (program fungsi dan pogram ruang)
(b)      Peralatan medik dan non medik yang mempertimbangkan perkiraanperalatan yang akan digunakan dalam kegiatan layanan
(c)      Tenaga atau sumber daya manusia yang mempertimbangkan perkiraankebutuhan tenaga dan kualifikasi
(d)     Pendanaan yang mempertimbangkan perkiraan kebutuhan dana investasi.
(3)   Kajian kemampuan pembiayaan yang meliputi:
(a)      Prakiraan pendapatan yang mempertimbangkan proyeksi pendapatan yangmengacu dari perkiraan jumlah kunjungan dan pengisian tempat tidur
(b)      Prakiraan biaya yang mempertimbangkan proyeksi biaya tetap dan biayatidak tetap dengan mengacu pada perkiraan sumber daya manusia
(c)      Proyeksi Arus Kas (5 -10 tahun)
(d)     Proyeksi Laba/Rugi (5 – 10 tahun)
b)      Master plan adalah strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya sepuluhtahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal yang meliputiidentifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan,fasilitas yang ada,modal dan pembiayaan.
c)      Status kepemilikan dari Rumah Sakit dapat didirikan oleh:
(1)      Pemerintah, harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas dibidang kesehatan dan instansi tertentu dengan pengelolaan Badan LayananUmum ,
(2)      Pemerintah Daerah, harus berbentuk Lembaga Teknis Daerah denganpengelolaan Badan Layanan Umum Daerah, atau
(3)      Swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerakdi bidang perumahsakitan
(a)           Badan hukum dapat berbentuk Yayasan, Perseroan, perseroan terbatas,Perkumpulan dan Perusahaan Umum.
(b)          Badan hukum dalam rangka penanaman modal asing atau penanamanmodal dalam negeri harus mendapat rekomendasi dari instansi yangmelaksanakan urusan penanaman modal asing atau penanaman modaldalam negeri.
(4)  Persyaratan pengolahan limbah meliputi Upaya Kesehatan Lingkungan (UKL), UpayaPemantauan Lingkungan (UPL) dan atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yangdilaksanakan sesuai jenis dan klasifikasi Rumah Sakit sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.
(5) Luas tanah untuk Rumah Sakit dengan bangunan tidak bertingkat, minimal 1½ (satusetengah) kali luas bangunan dan untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luasbangunan lantai dasar.Luas tanah dibuktikan dengan akta kepemilikan tanah yangsah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)  Penamaan Rumah Sakit :
(a)    harus menggunakan bahasa Indonesia, dan
(b)    tidak boleh menambahkan kata ”internasional”, ”kelas dunia”, ”world class”,”global” dan atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran yangmenyesatkan bagi masyarakat.
(7)  Memiliki Izin undang-undang gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), IzinPenggunaan Bangunan (IPB) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkanoleh instansi berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.
2)      Persyaratan Izin perasional Rumah Sakit
Untuk mendapatkan izin operasional RS harus memiliki persyaratan:
a)      Memiliki izin mendirikan.
b)      Sarana prasarana
Tersedia dan berfungsinya sarana dan prasarana pada rawat jalan, rawat inap, gawatdarurat, operasi/bedah, tenaga kesehatan, radiologi, ruang laboratorium, ruangsterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan, ruang kantor dan administrasi,ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman,pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi sesuai dengan jenis danklasifikasinya.
c)      Tersedia dan berfungsinya peralatan atau perlengkapan medik dan non medik untukpenyelenggaraan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan, persyaratanmutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai sesuai dengan jenis danklasifikasinya.
d)   Memiliki izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai ketentuan yang berlakuuntuk peralatan tertentu, misalnya; penggunaan peralatan radiologi harusmendapatkan izin dari Bapeten.
e)   Sumber daya manusia,
Tersedianya tenaga medis, dan keperawatan yang purna waktu, tenaga kesehatanlain dan tenaga non kesehatan telah terpenuhi sesuai dengan jumlah, jenis danklasifikasinya.
f)   Administrasi manajemen
(1)   Memiliki organisasi paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau DirekturRumah Sakit,unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsure penunjangmedis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dankeuangan.
(a)    Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyaikemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
(b)   Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harusberkewarganegaraan Indonesia.
(c)    Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
(2)   membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran ataukedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
(3)   Memiliki dan menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit(hospital by laws dan medical staf by laws).
Memilik standar prosedur operasional pelayanan Rumah Sakit.
b.         Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. Dalam rangka menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum menyelenggarakan kegiatan :
  1. Pelayanan medis
  2. Pelayanan dan asuhan keperawatan
  3. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis
  4. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan
  5. Pendidikan, penelitian dan pengembangan
  6. Administrasi umum dan keuangan

1)         Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No:983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upayakesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upayapenyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu denganupaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2004).Universitas Sumatera Utara
2)         Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a)      menyelenggarakan pelayananmedik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan,
b)      pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upayakesehatan, administrasi umum dan keuangan.
c)      Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderitasakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit memberikanpendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi yang penting.
d)     pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telahmenjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayananpenderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat.
Fungsi Rumah Sakit menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah :
(1)        Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
(2)        Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
(3)        Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.
(4)        Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.
Secara garis besar definisi dari rumah sakit adalah salah satu lembaga yang akan dikunjungioleh orang yang mengalami gangguan kesehatan untuk kembali dalam keadaan yang semula yaitu sehat jasmani dan rohani. Terhadap beberapa jenis dan tingkat gangguan kesehatan tertentu,orang yang bersangkutan bahkan wajib menjalani perawatan di rumah sakit.Hal tersebut dikarenakan alat yang diperlukan dan prosedurpenyembuhan untuk gangguan kesehatan tersebut hanyaterselenggara di rumah sakit.Namun, satu hal yang penting untukdicatat yaitu hubungan yang terjalin antara rumah sakit dengan orangyang mengalami gangguan kesehatan (pasien)tersebut adalah suatu hubungan yang tidak murni bersifatkemanusiaan, melainkan memiliki aspek bisnis.
Rumah Sakit dalam hal ini merupakan pelaku usaha, yangmemiliki misi mencari keuntungan ekonomis darikegiatannya. Pasien adalah konsumen yang membeli jasa kesehatan dari pihak rumah sakit, sehingga dalam perkembangannya kegiatan bisnis yang dilakukan oleh rumah sakit telah melahirkan berbagai permasalahan penting yang perlu dicermati secara seksama, di antaranya tindakan rumah sakit yang menolak untuk merawat pasien miskin.Rumah sakit menahan pasien yang belum membayar biaya perawatan, rumah sakit tetap menagihkan biaya perawatan kepada pasien yang miskin, danberbagai kasus kesalahan pelayanan medis atau yang umum dikenal dengan istilah mal-praktik.

BAB 4
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Pada pusat pelayanan kesehatan ada tenaga kesehatan yang mempunyai hak dan kewajiban. Tenaga kesehatan yang dibahas dalam subbab ini meliputi dokter, dokter gigi, bidan, ahli gizi dan sanitarian. Pengaturan hak dan kewajiban telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan dan Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik No. YM.01.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
Mengacu kepada peraturan perundang-undangan tersebut, maka sudah seharusnya petugas pelayanan kesehatan mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Berikut ini adalah uraian mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan:
4.1  Kewajiban Ahli Gizi
 Kewajiban ahli gizi diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 374 tahun 2007 tentang standar profesi gizi. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
a. Kewajiban Umum
1)    Ahli Gizi berperan meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
2)    Ahli Gizi berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
4)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5)    Ahli Gizi berkewajiban menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini, dan dalam menginterpretasikan informasi hendaknya objektif tanpa membedakan individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan yang benar.
6)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan fihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.
7)    Ahli Gizi dalam melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
8)    Ahli Gizi dalam berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
b. Kewajiban terhadap klien
1)    Ahli Gizi berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusaha memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum.
2)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum.
3)    Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan menghargai kebutuhan unik setiap klien yang dilayani dan peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.
4)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.
5)    Ahli Gizi berkewajiban memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi tersebut.
6)    Ahli Gizi dalam melakukan tugasnya, apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.
c. Kewajiban terhadap masyarakat
1)    Ahli Gizi berkewajiban melindungi masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan pelayanan, informasi yang salah dan praktik yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan termasuk makanan dan terapi gizi/diet. ahli gizi hendaknya senantiasa memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2)    Ahli Gizi senantiasa melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di masyarakat.
3)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat.
4)    Ahli Gizi berkewajiban memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai dengan nilai paktek gizi individu yang baik.
5)    Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi berkewajiban hendaknya senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-sungguh demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat.
6)    Ahli Gizi dalam mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban senantiasa tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau menyesatkan masyarakat
d. Kewajiban terhadap teman seprofesi dan rekan kerja
1)    Ahli Gizi dalam bekerja melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
2)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memelihara hubungan persahabatan yang harmonis dengan semua organisasi atau disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya meningkatkan status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
3)    Ahli Gizi berkewajiban selalu menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada sesama profesi dan mitra kerja.
e. Kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri
1)    Ahli Gizi berkewajiban mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh profesi.
2)    Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi terkini serta peka terhadap perubahan lingkungan.
3)    Ahli Gizi harus menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau menerima pendapat orang lain yang benar.
4)    Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana ahli gizi diperkerjakan).
5)    Ahli Gizi berkewajiban tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang lain untuk melawan hukum.
6)    Ahli Gizi berkewajiban memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan baik.
7)    Ahli Gizi berkewajiban melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan perseorangan atau kebesaran seseorang.
8) Ahli Gizi berkewajiban selalu menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi profesi.
4.2      Kewajiban Sanitarian (Ahli Kesehatan Lingkungan)
Kewajiban sanitarian diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 373 tahun 2007 tentang standar profesi sanitarian. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
             a. Kewajiban umum
1)    Seorang sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
2)    Seorang sanitarian harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
3)    Dalam melakukan pekerjaan atau praktik profesi sanitasi, seorang sanitarian tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4)    Seorang sanitarian harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
5)    Seorang sanitarian senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
6)    Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
7)    Seorang sanitarian dalam menjalankan profesinya, harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian lingkungan.
8)    Seorang sanitarian harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam Menangani masalah klien atau masyarakat.
9)    Seorang sanitarian harus menghormati hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
10)  Dalam melakukan pekerjaannya seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan secara menyeluruh, baik fisik, biologi maupun sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
11) Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
b. Kewajiban terhadap klien / masyarakat
1)    Seorang sanitarian wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi, bekerjasama dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada sanitarian lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
2)    Seorang sanitarian wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab.
3)    Seorang sanitarian wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi secara tuntas dan keseluruhan.
4)    Seorang sanitarian wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya.
5)    Seorang sanitarian wajib mendapatkan perlindungan atas praktik pemberian pelayanan.
              c. Kewajiban terhadap teman seprofesi
1)    Seorang sanitarian memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
2)    Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.
d. Kewajiban terhadap diri sendiri
1)    Seorang sanitarian harus memperhatikan dan mempraktikan hidup bersih dan sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
2)    Seorang sanitarian harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan, kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.
4.3  Kewajiban Bidan
Kewajiban bidan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 369 tahun 2007 tentang standar profesi bidan. Berbagai kewajiban tersebut antara lain:
a. Kewajiban bidan  terhadap klien dan masyarakat
1)      Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2)      Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6)      Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1)        Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2)        Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan  sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
3)        Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
1)        Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2)        Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1)        Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
2)        Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3)        Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1)        Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
2)        Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3)        Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
4)        Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
5)        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
6)    Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
4.4   Kewajiban Dokter dan Dokter Gigi
Kewajiban dokter pada dasarnya terdiri dari kewajiban yang timbul akibat profesinya atau sifat layanan medisnya yang diatur dalam sumpah dokter, etika kedokteran dan berbagai standar dan pedoman, kewajiban menghormati hak pasien dan kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan. Penyelenggaraan praktik kedokteran diatur dalam Undang-Undang 29 Tahun 2004 Pasal 51 bahwa dokter dan dokter gigi memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b.  merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c.  merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
      Merahasiakan keadaan pasien diwajibkan dalam sumpah dokter, kode etik dokter atau dokter gigi dan perundangan. Sebagian ini mengatakan absolut dan sebagian mengatakan relatif. Maksud dari relatif sendiri adalah rahasia ini dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, atau ada ketentuan perundangan yang mengkondisikan rahasia tersebut harus diungkap.
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Kewajiban dokter dan dokter gigi juga diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi mengatur kewajiban dokter dan dokter gigi antara lain:
a.   Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan atau praktik perorangan wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP).
      Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 12 Tentang Rumah Sakit yang berisi bahwa setiap tenaga kesehatan yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki SIP sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b.   Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran didasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan
c.   Dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
d. Pada pasal 20 mengatur tentang pemasangan papan nama praktik kedokteran.
Pasal 20
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memuat nama dokter atau dokter gigi dan nomor registrasi sesuai dengan SIP yang diberikan.
(3) Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2) berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi pengganti.
(4) Dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) harus dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP atau sertifikat Kompetensi peserta PPDS dan STR
(sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi)

Setiap penyelenggaraan praktik kedokteran pasti akan terdapat tindakan kedokteran baik  bersifat praventif, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif atau berupa tindakan invasif maupun tindakan yang berisiko tinggi bagi kehidupan pasien. Terkait tindakan kedokteran di atas, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 mengatur tentang persetujuan tindakan kedokteran. Dalam kebijakan ini ada beberapa hal yang wajib untuk dilakukan dokter atau dokter gigi saat tindakan kedokteran diaplikasikan yaitu:
a.   Dokter atau dokter gigi harus meminta persetujuan atas semua tindakan kedokteran yang dilakukan kepada pasien baik secara tertulis atau lisan.
      Hal ini diatur dalam pasal 2 ayat 1 dan 2. Kemudian pada ayat 3 dijelaskan bahwa persetujuan diberikan setelah dokter atau dokter gigi menjelaskan perlunya tindakan kedokteran tersebut.
      Pada pasal 3 ditegaskan kembali bahwa dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran berisiko wajib meminta persetujuan secara tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang berhak memberikan persetujuan. Namun pada keadaan darurat, tindakan kedokteran dilakukan tanpa meminta persetujuan lebih dahulu seperti yang diatur dalam pasal 4 ayat 1.
b.   Dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
      Penjelasan tentang tindakan kedokteran setidaknya mencakup:
1)      Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
2)      Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3)      Altematif tindakan lain, dan risikonya;
4)      Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5)      Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6)      Perkiraan pembiayaan.
4.5   Kewenangan dan Hak Ahli Gizi, Sanitarian, Bidan, Dokter dan Dokter Gigi
a.   Kewenangan
                   Kewenangan ahli gizi dan sanitarian tidak diatur khusus dalam suatu peraturan. Secara umum kewenangan tenaga kerja diatur dalam UU no. 36 tahun 2009 pasal 22 yaitu tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dimaksud dilakukan sesuai bidang keahlian yang dimiliki.
  Kewenangan bidan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 900 tahun 2002 tentang regristasi dan praktik bidan. Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1)           pelayanan kebidanan;
a) memberikan imunisasi;
b)  memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c)  mengeluarkan placenta secara manual;
d) bimbingan senam hamil;
e)  pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f)  episiotomi;
g)  penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h)  amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
i)   pemberian infus;
j)   pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
k)  kompresi bimanual;
l)   versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m) vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n)  pengendalian anemi;
o)  meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p)  resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q)  penanganan hipotermi;
r)  pemberian minum dengan sonde/ pipet;
s)  pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat
t)  pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
2)           pelayanan keluarga berencana;
a) memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom;
b) memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
c) melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
d)      melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit;
e) memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.
3)      pelayanan kesehatan masyarakat
a) pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
b) memantau tumbuh kembang anak;
c) melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d)        melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.


                   b. Hak
                        Hak ahli gizi, sanitarian dan bidan tidak diatur khusus dalam suatu peraturan. Hak tenaga kesehatan secara umum dijelaskan pada PP nomor 36 tahun 1996, yaitu:
1)    Pasal 10: Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
2)      Pasal 24: Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
3)    Pasal 25: Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
4)      Pasal 26: Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
Hak dokter dan dokter gigi dijelaskan pada Undang-Undang 29 Tahun 2004 yaitu:
1) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Standar profesi dijelaskan pada penjelasan pasal 50 Undang-Undang 29 Tahun 2004 yaitu:
Yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
(sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran)
       Dokter yang melaksanakan standar profesi dan standar prosedur operasional tidak dapat disalahkan karena bukan melakukan kelalaian atau kesalahan. Cidera atau kerugian pasien dapat saja disebabkan karena perjalanan penyakitnya sendiri atau karena risiko medis yang dapat diterima dan telah disetujui pasien dalam informed consent.

2)    Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional.
       Dokter diberi hak untuk menolak permintaan pasien atau keluarganya yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan, etika, standar profesi dan atau Standar Prosedur Operasional (SPO).
3)    Menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk pasien kepada dokter lain.
4)    Berhak atas privasi (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan aleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
5)    Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
       Informasi pendukung yang berkaitan dengan identitas dan faktor kontribusi yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit dan penyembuhan penyakit.
6)    Berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
7)    Berhak untuk diperlakan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun aleh pasien.
8)    Menerima imbalan dan jasa.
       Hak yang timbul akibat hubungan dokter dengan pasien yang pemenuhannya merupakan kewajiban pasien.

BAB 5
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
Pasien sebagai pengguna sarana pelayanan kesehatan tentu mempunyai kewajiban dan hak yang harus dipenuhi. Kepentingan dan hak pasien tersebut terlindungi sejak diberlakukannya UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
5.1       Hak Pasien
Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatan.
Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat penyakit pasien.
Dalam UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan  hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.  
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.  
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. 
(4) Ketentuan mengenai standar  profesi dan hak-hak pasien sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
Pada ayat (2) yang dimaksud hak pasien yakni hak atas Informasi, hak atas pendapat kedua (second opinion), hak atas kerahasiaan, hak atas persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual, dan hak atas ganti rugi.
Dalam pasal 55 UU no 23 tahun 1992 tertulis:
 (1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.  
 (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Telah jelas tercantum pada pasal di atas bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak pasien, yang meliputi:
  1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal  45 ayat (3);
  1. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
  2. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
  3. Menolak tindakan medis; dan
  4. Mendapatkan isi rekam medis.
Hak Pasien dalam sebuah rumah sakit telah diatur dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pada pasal 32 disebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:
  1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
  2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
  3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
  4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
  5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; 
  6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
  7. Memilih  dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
  8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
  9. Mendapatkan privasi dan  kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; 
  10. Mendapat   informasi  yang  meliputi   diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
  11. Memberikan persetujuan atau meno
SUMBER :http://rifkyanindika-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35260-

Umum-HAK%20DAN%20KEWAJIBAN%20PUSKESMAS,%20RUMAH%20SAKIT,%20TENAGA%20KESEHATAN,%20DAN%20PASIEN.html

Tidak ada komentar:

Di Depan dan Belakang