dealovangga: PENGUKURAN EKONOMI, EFISIENSI, DAN EFEKTIVITAS (VA...: Pengukuran
kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam
menghasilkan pela...
Minggu, Juli 16, 2017
Sabtu, Juli 15, 2017
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG KESEHATAN TIMOR-LESTE.
Proses pengembangan sumber daya manusia di
bidang kesehatan merupakan faktor determinan demi tercapainya kualitas
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berkualitas, serta dasar bagi setiap
institusi kesehatan untuk maju sesuai dengan program kesehatan Nasional yang
telah dicanangkan oleh pemerintah.
Dari
berbagai debat publik kita sering mendengar bahwa prioritas program kerja
pemerintah adalah dibidang sosial seperti Pendidikan dan kesehatan. Namun perlu
kita sadari bahwa prioiritas program pemerintah tersebut kadang hanya debat
publik belaka, penanaman modal di bidang kesehatan belum tentu sesuai dengan
program yang sering di bicarakan oleh publik
Hal
ini dapat kita lihat bahwa program kementerian kesehatan, sesuai harapan yang
telah dimulai pada tahun 2004 hingga sekarang, dan kedepannya bahwa setiap suku
akan memiliki tenaga kesehatan seperti satu orang tenaga Dokter, Perawat,
Bidan, Farmasi dan Analis. Hal ini sangat menarik bagi publik terutama
masyarakat pedalaman di Republik ini, dengan senang ketika mendengar informasi
ini. Secara pribadi kita juga akan sangat bangga dan senang terhadap program
pemerintah pada bidang kesehatan. Walau demikian kita perlu mengkaji lebih
dalam apakah dari program pembangunan kesehatan terutama dibidang penambahan
dan pengembangan sumber daya manusia seperti ini akan menjawab kualitas
pelayanan kesehatan di basis begitu juga akan menurunkan angka kematian dari
ibu dan bayi yang sementara ini menjadi target dari pada pemerintah yang
tertuang dalam Millenium Development Goal (MDG).
Pengembangan
sumber daya manusia dibidang kesehatan juga kita harus jeli melihatnya dan
tidak sepele untuk melihat dengan sebelah mata, karena jika hal ini terjadi
maka tidak akan terjadi hubungan timbal balik antara harapan dan kenyataan,
yang mana harapan itu adalah setiap fasilitas kesehatan akan diisi dengan
tenaga kesehatan, kenyataannya adalah pelayanan kesehatan yang diberikan harus
berkualitas, dan akan menurunkan angka kematian, serta memberikan kepuasaan
terhadap pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan seketika.
Pengembangan
sumber daya manusia dibidang kesehatan juga harus dilakukan secara adil, dalam
hal ini program pengembangan sumber daya manusia ditingkat Pelayanan Pusat
Kesehatan Masyarakat(Primary care Level)
dan juga ditingkat pelayanan Rumah Sakit(Secundary
and Tertiary care level).
Sampai
saya ini kita belum politik kementerian kesehatan Timor-leste mau mengarah
kemana proses pengembangan sumber daya manusia yang ada dan yang akan ada. Atau
dengan rencana penambahan tenaga kesehatan yang mana akan menempati seluruh
fasilitas kesehatan yang telah menjadi target?
Ini
perlu dikaji kembali, terutama jika kita melihat kepada struktur pada
kementerian kesehatan dibagian direktorat Sumber daya manusia kita tidak
melihat dengan jelas kemana arah pengembangan sumber daya manusia sebenarnya
dan berapa orang profesi kesehatan dibagian itu yang mengembangankan sumber
daya manusia dalam hal ini pengembangan profesi kesehatan. Karena pengembangan
profesi kesehatan harus dilakukan oleh profesi itu sendiri. Sehingga tahu
kemana arah profesi itu akan dikembangankan namun hal-hal keprofesian lalu
dikembangkan oleh pihak lain maka hal ini sangat sedikit kemungkinan akan
menjawab kehendak yang selama ini dibicarakan oleh publik umumnya.
Sehingga disini kita akan
mencoba memaparkan hal-hal yang mana sangat diperlukan oleh kementerian
kesehatan dalan hal pengembangan sumber daya manusia kesehatan kedepannya
sebagai berikut;
Pemerintah mengatur tentang perencanaan,
pendayagunaan, pembinaan, pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
a. Pengadaan
dan peningkatan mutu tenaga kesehatan harus diselenggarakan oleh pemerintah,
namun bila kita melihat proses pengadaan dan peningkatan mutu yang selama ini
terjadi belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat, oleh karena yang sering kita
dengar dikalangan publik bahwa
kebanyakan tenaga kesehatan yang ditempatkan ke daerah tertentu tidak akan bertahan lama dan mengajukan surat
pindah ketempat lain terutama minta pindah ke Dili. Hal ini harus diperhatikan
dengan melihat situasi yang sebenarnya
terutama pada saat proses penempatan akan berjalan, hal yang paling sering
terjadi adalah bahwa permohonan pindah oleh karena faktor keluarga, dimana
Suami bekerja disatu tempat dan istrinya bekerja ditempat dan hal ini akan
rentang sekali terjadi masalah dalam keluarga,oleh karena itu pemerintah
seharusnya memperhatikan hal ini, agar sebisa mungkin sekelurga itu bisa
ditempatkan pada satu wilayah yang sama sehingga tidak sering memunculkan
masalah pindah kerja.
b. Pemerintah
seharusnya memberikan wewenang terhadap pemerintah daerah sehingga dapat
mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya, hal perlu
dilakukan agar kompetensia pimpinan kesehatan pada tingkat Distrik memiliki hak
penuh untuk menempatkan tenaga kesehatan sesuainya kebutuhan, selama ini yang
kita dengar bahwa ketika terjadi suatu proses pemindahan tenaga kesehatan
kadang berhubungan langsung dengan tingkat Nasional. Kedepannya kita percaya
bahwa hal ini akan dilakukan dengan memberikan wewenang penuh kepada pihak
otoritas daerah untuk memutuskan bisa atau tidak untuk memindahkan seseorang
tenaga kesehatan yang nota benenya seorang pegawai negeri yang harus tunduk
kepada peraturan kepegawaian dan buka sesuai dengan kehendak seseorang.
Didalam melaksanakan pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan harus memiliki fungsi-fungsi
1.
Penyusunan kebijakan
teknis, rencana dan program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan;
2.
Pelaksanaan pengembangan
dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan;
3.
Pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan;dan
4.
Pelaksanaan administrasi
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pembangunan
Kesehatan perlu diperkuat melalui pengelolaan kesehatan yang disusun dalam
Sistem Kesehatan Nasional. Komponen pengelolaan kesehatan dikelompokkan dalam
sub sistem :
Upaya
Kesehatan,Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,Pembiayaan Kesehatan, Sumber
Daya Manusia Kesehatan, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan, Manajemen
Informasi dan Regulasi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mendukung berbagai program kesehatan
maka dalam sistem kesehatan Nasional juga harus memperhatikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan
strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung/penunjang
kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam
upaya dan manajemen kesehatan.
Masalah strategis SDM
Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan dimasa depan adalah:
a.
Pengembangan dan
pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan
kesehatan;
b.
Perencanaan kebijakan dan
program SDM Kesehatan masih lemah dan belum didukung system informasi SDM
Kesehatan yang memadai;
c.
Masih kurang serasinya
antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM Kesehatan. Kualitas hasil
pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum
memadai;
d.
Dalam pendayagunaan SDM
Kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan
karier, system penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana mestinya bahkan tidak
ada. Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan masih terbatas; serta
e. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta
dukungan sumber daya SDM Kesehatan masih kurang.
Oleh karena itu sistem
pengembangan sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan
tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah yang mencukupi, terdistribusi secara
adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya
kesehatan dapat diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan
masyarakat.
Komponen Sumber
Daya Manusia Kesehatan yaitu pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan yang meliputi upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta
pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya
Perencanaan
SDM Kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah, kualifikasi, dan distribusi
tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. Pendayagunaan
SDM Kesehatan adalah upaya pemerataan dan pemanfaatan serta pengembangan SDM
Kesehatan.
Pembinaan dan
pengawasan SDM Kesehatan adalah upaya untuk mengarahkan, memberikan dukungan,
serta mengawasi pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan.
Sehingga seharusnya kita telah memiliki
rencana jangka panjang pada rencana strategi 2011-2030, sudah harus dijabarkan
lagi rencana pembangunan jangka menengah. Agar kita mengetahui kemana arah
pembangunan kesehatan, dan bukan rencana pembangunan kesehatan berdasarkan
kehendak politikus siapa menduduki posisi politik akan membuat rencana
tersendiri atau program baru, maka hal ini akan sangat sulit mencapai program
rencana strategi yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Dari berbagai deskripsi
tentang program pengembangan sumber daya manusia kesehatan harus orang-orang
yang berkecimpung dalam bidang sumber daya manusia keseharianya sudah harus
memili visi tentang profesi kesehatan dan kemana arahnya pengembangnya seperti
berikut ini;
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat
Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Kompetensi adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu
pengetahuan, keterampiian, dan sikap professional untuk dapat menjalankan
praktik.
Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang Kesehatan.
Sertilikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik setelah lulus
uji Kompetensi.
Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh
lulusan pendidikan profesi.
Registrasi
adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertihkat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada
Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi.
Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga
Kesehatan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimai berupa
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan
dimiliki oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang
kesehatan.
Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang diikuti oleh Tenaga
Kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan.
Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi /
langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu
dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama
untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh
Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan Standar Profesi.
Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga
kesehatan yang seprofesi.
Kolegium
masing-masing Tenaga Kesehatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi
untuk setiap cabang disiplin ilmu kesehatan yang bertugas mengampu dan
meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.
Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan
konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan.
Jika hal-hal yang tertuang
diatas diperhatikan oleh para pelaku atau penanggung jawab kesehatan maka
jawaban terhadap publik tentang pelayanan kesehatan yang tidak baik, tidak ada
kualitas dan berbagai fasilitas kesehatan minim kemungkinan akan terjawab.
Begitu juga polemik yang
selama terjadi tentang proses evaluasi kinerja kerja Staff di Bidang kesehatan
yang berjalan sembraut, yang mana dilakukan evaluasi berdasarkan system
evaluasi umum tanpa memperhatikan kompetensia apa yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan tersebut.
Rekomendasi kedepannya
Pihak berwewenang dibidang kesehatan harus memperhatikan aspek professional
kesehatan tanpa melalaikan hirarki profesi yang dimiliki oleh tenga kesehatan,
dan mereka tahu benar apa yang yang seharusnya dilakukan tetapi kita belum
memberikan perhatian serius tentang
definisi-definisi seperti Tenaga
Kesehatan, Assistens tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, kompetensi,
etika profesi, standar praktek, standar profesi,standar kompetensi, standar
prosedur operasional.
Dan beberapa aspek tersebut
diatas sudah seharusnya dimiliki oleh suatu institusi kesehatan.
SANTANA MARTINS, L.DC
Presidente AETL (Assosicao dos Enfermeiros Timor-Leste Distrito Dili,
2010-2015, Alumni Universidade Nasional Timor Lorosa’e(UNTL) 2014,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik; Departamentu Dezenvolvimentu
Komunitario
Email; santanamartins66@gmail.com ;
blogspot; santanamartins66.blogspot.com (TATOLI ROMAN FOUN)
hp, +670-77604666,
Aldeia Terra Santa, Suco Comoro, Dili Timor-Leste
Kamis, Juli 13, 2017
Menjamin Keselamatan ibu Saat Melahirkan, Mengapa Terjadi Kematian?
Oleh :
Santana
Martins, L.DC, Mahasiswa Program Magister Public Heatlh UNPAZ*)
DR. Ina Debora Ratu Ludji, SKp., M.Kes**)
Timor-Leste merupakan negara baru yang
sepenuhnya mendapatkan kemerdekaan pada tanggal 20 Mei 2002, dimana secara
internasional telah diakui oleh badan Internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa(PBB) dimana pada saat itu melalui Misinya di Timor-Leste yaitu United Nation Mision in East Timor-(UNAMET)
dari Tahun 1999 untuk memfasilitasi proses Referendum bagi Rakyat Timor-Leste
untuk menentukan kemerdekaan atau memilih untuk tetap dibawah naungan negara
Republik Indonesia yang dulunya dikenal dengan nama Timor-Timur.
Timor-Leste secara geografis yang
menempati separuh dari pulau Timor dengan luas 14,610 km persegi terbagi atas
13 distrik, 67 sub-distrik, 442 desa (suco) dan 2336 dusun (aldeias).
Timor-Leste berpenduduk 1,015,187 pada tahun 2006. Lima puluh lima persen
penduduk bertempat tinggal di wilayah tengah, 20% di wilayah barat dan 25% di
wilayah timur Timor-Leste. Dua kota besar adalah Dili dan Baucau yang dihuni
sekitar 29% penduduk, sedangkan 70% tinggal di daerah pedesaan. Terdapat 16
bahasa daerah, namun bahasa utama yang digunakan adalah Tetum.
Berdasarkan
data Total Fertility Rate (2009) setiap ibu mempunyai rata-rata 7 anak, dan
sebagai angka tertinggi di dunia. Dengan tinggi angka Total Fertility Rate
merupakan faktor yang menunjukkan estimasi bahwa di Timor Leste dari 100,000
kelahiran hidup 660 meninggal, angka ini menunjukkan tingginya angka kematian
di ASIA di ikuti dengan Negara Afganistan. Secara global ibu yang meninggal ada
hubungan dengan proses persalinan, persalinan, perdarahan segera, setelah
melahirkan infeksi dan susah melahirkan, komplikasi dari aborsi yang tidak aman
dan hipertensi.
Di
Negara Timor Leste dengan Populasi yang kecil menggunakan metode kontrasepsi,
banyak wanita yang hamil tidak terencana, dengan begitu praktek aborsi yang
tidak aman merupakan resiko atau masalah kesehatan reproduksi yang
berkelanjutan. Kurang pemahaman tentang kontrasepsi di Timor-Leste menambah
masalah. Berdasarkan data Demografi 2003,
1 diantara tiga ibu memiliki pemahaman tentang metode keluarga berencana dan
dari 30% laki-laki yang diwawancara mengetahui tentang metode keluarga berencana.
Diantara laki dan wanita sakit yang memiliki pengetahuan tentang kontrasepsi,
dan ini akan menyebakan banyak wanita yang hamil di luar perencanaan, dan
meningkatkan banyak wanita yang melakukan aborsi yang aman. Dengan demikian
perlu berupaya untuk meningkatkan metode keluarga berencana, ini bukan untuk
mengurangi aborsi yang tidak aman, tetapi untuk memperbaiki kualitas hidup dan
mengurangi angka kematian ibu sangat tinggi.
Dan
jika kehamilan tak terencana ini terjadi resiku untuk ibu hamil dan juga bayi
akan merupakan masalah yang dihadapi terutama kapasitas intelektual untuk
mengambil keputusan.
Begitu
juga untuk mencapai tujuan Millenium
Development Goals (MDGs) pada tujuan ke 5 untuk memperbaiki kesehatan ibu,
melalui kementeriaan kesehatan Timor-Leste, yang berupaya memperbaiki sistem
pelayanan kesehatan dengan itu bisa menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan. Melalui perencanaan dan strategi yang berfokus pada tujuan ke 5 MDGs
membutuhkan data yang pasti dan aktual masalah yang berhubungan dengan
kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, akan tetapi adanya situasi sosial budaya
dan agama di Timor-Leste hanya ada sedikit informasi tentang praktek aborsi.
Sustainable Development Goals merupakan kelanjutan program Millennium
Development Goals yang dibuat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Salah satu target
yang harus dicapai adalah menurunkan angka kematian ibu dengan kesetaraan
gender terhadap kesehatan seksual, reproduksi dan hak-hak reproduksi.
Di Timor-Leste masalah kesehatan yang dihadapi oleh
seorang ibu hamil yaitu kadang sangat sulit didalam mengambil keputusaun demi
keselamatan ibu dan bayi. Dan masih menjadi tantangan dimana ada berbagai
faktor yang sangat menentukan bagi seorang ibu untuk menentukan dimana mereka
harus bersalin, dan bagaimana untuk memutuskan agar cepat pergi ke fasilitas
kesehatan begitu juga faktor intervensi keluarga yang masih begitu tinggi.
Padahal Kehamilan bagi kebanyakan pasangan suami istri
merupakan masa yang sangat ditunggu-tunggu. Namun, ada pula kehamilan yang
merupakan hal yang sangat dihindari, dengan berbagai alasan yang bisa diterima
maupun tidak, misalnya alasan kesehatan, keuangan dan mungkin karena pasangan
tersebut belum terikat perkawinan yang sah, sehingga kadang-kadang memutuskan
untuk melakukan aborsi. Disadari atau tidak, perempuan sebenarnya memiliki hak
penuh untuk hamil atau tidak hamil, karena perempuanlah nantinya yang
bertanggung jawab atas janin yang dikandungnya dan melahirkannya.
Namun demikian, kenyataannya masih banyak perempuan yang
kurang paham mengenai hak ini, sehingga ia beranggapan bahwa perempuan “wajib
hamil” atau “tidak hamil” itu untuk suami dan negara. Dengan kata lain,
kehamilan diatur menurut kepentingan laki-laki dan politik. Contohnya masih
sering kita dengar bahwa si A diceraikan oleh suaminya karena tidak bisa hamil.
Lalu ada juga kisah bahwa dengan adanya program pemerintah mengenai keluarga
berencana, yang pada jaman dulu dan mungkin juga sampai sekarang, masih ada
yang mengartikan sebagai “larangan hamil” jika telah memiliki anak lebih dari 2
atau 3 anak. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa, dari sejak perempuan
hamil sampai dengan pasca melahirkan harus diberi hak yang lebih karena dari
perempuanlah manusia-manusia di dunia ini terlahir. Bahkan ada pepatah yang
mengatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Untuk itu,
perlindungan terhadap perempuan, khususnya pada saat hamil sampai dengan
setelah melahirkan baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga dan suami adalah
“wajib” adanya. Dan ketika telah hamil dan mau melahirkan mak sebagai wanita
memiliki hak-hak manusia yang sebenarnya ia harus memutuskan sendiri tanpa harus
menunggu keputusan dari keluarga, walaupun keluarga hanya fokus pada konsultasi
agar keputusan yang diambil lebih cepat. Hal ini untuk menjamin keselamatan ibu dan
anak dan sebernanya keselamatan pada saat kritis tersebut harus di ambil secara
cepat dan tepat, dan juga kepada pihak suami dan keluarga juga harus mendukung
agar proses ini berjalan lebih lancer dan cepat.
Disamping
masalah yang disebutkan diatas ada faktor penting penyebab kematian ibu hamil
yang sebenarnya kita bisa mencegahnya yaitu Penyebab Langsung dan penyebab
tidak langsung.
Penyebab
langsung seperti;
a. Pendarahan turut menjadi salah satu penyebab terbesar angka kematian ibu.
Pendarahan dapat terjadi akibat beberapa hal dan mengancam ibu pada setiap fase
kehamilan. Salah satu penyebab yang dapat terjadi pada fase trimesteral,
seperti situasi plasenta yang menutup jalan lahir (placenta previa) dan
lepasnya plasenta dari dinding rahim (solutio
placenta).
b.
Eklampsia adalah gejala kejang yang terjadi pada masa kehamilan. Kejang ini
disebabkan oleh tekanan darah tinggi (hipertensi) yang terjadi selama masa
kehamilan.
c. Infeksi menjadi faktor terbesar lainnya yang menyebabkan kematian ibu.
Infeksi dapat terjadi semasa kehamilan ataupun pada fase persalinan. Keduanya
membawa resiko yang sama pada ibu. Ibu yang mengidap penyakit seperti
tuberkolosis ada baiknya memeriksakan diri ke dokter sebelum masa persalinan.
Penyakit ini dapat mempengaruhi perkembangan janin dan menggangu proses
persalinan pada ibu hamil.
Penyebab tidak langsung
1. Pendidikan –Pendidikan ibu berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam
pencapaian akses informasi yang terkait dalam pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan ibu. Masih banyak ibu dengan pendidikan rendah terutama yang tinggal
di pedesaan yang menganggap bahwa kehamilan dan persalinan adalah kodrat wanita
yang harus dijalani sewajarnya tanpa memerlukan perlakuan khusus (pemeriksaan
dan perawatan).
2. Sosial ekonomi dan sosial budaya yang masih rendah –pengaruh budaya
setempat masih sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan ibu dalam
upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Contoh: Kultur
Timor-Leste biasa mengutamakan kepala keluarga untuk makan terlebih dahulu atau
makan di meja(bergizi), dan ibu hamil biasa makannya di dapur. Pada hal ini
sebaliknya harus terjadi karena makanan yang sedianya untuk ibu hamil yang
seharusnya mengandung gizi tinggi oleh karena Janin yang ada didalam Rahim ibu
yang selanjutnya akan mengkonsumsi. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa
faktor yang saling berkaitan, mulai dari masalah diskriminasi gender yang
sangat mengakar pada budaya, interpretasi agama, juga masalah lemahnya
koordinasi antar sektor pemerintah terkait dalam menanggulangi masalah
tersebut. Disamping terdapat mitos-mitos seputar peran perempuan pada umumnya
dan peran ibu melahirkan pada khususnya, masalah gizi buruk yang dialami oleh
perempuan akibat budaya makan yang mendahulukan laki-laki menjadi kendala besar
dalam upaya penurunan angka kematian ibu ketika melahirkan.
- Faktor lain dari faktor tidak langsung adalah; Terlalu muda hamil (batasan reproduksi sehat 20 – 35 tahun); Terlalu tua (kehamilan berisiko pada usia di atas 30 tahun); Terlalu sering (jarak ideal untuk melahirkan: 2 tahun); Terlalu banyak (jumlah persalinan di atas 4) data Timor-Leste menunjukan angka kelahiran rata-rata ibu adalah 7-8 anak.
- Faktor Tiga (3 T) terlambat yang juga mendukung kematian ibu adalah
- Terlambat mengambil keputusan sering dijumpai pada masyarakat kita, bahwa pengambil keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan pada orang yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus kebidanan yang membutuhkan penanganan segera. Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas pertimbangan factor social budaya dan factor ekonomi.
- Terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan keterlambatan ini paling sering terjadi akibat factor penolong (pemberi layanan di tingkat dasar). Hal ini bisa terkait dengan faktor pengambilan keputusan yang kadang lama.
- Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan masalah di tingkat layanan rujukan. Kurangnya sumber daya yang memadai, sarana dan prasarana yang tidak mendukung dan kualitas layanan di tingkat rujukan, merupakan factor penyebab terlambatnya upaya penyelamatan kesehatan ibu.
Harapan untuk Sahabat
“Perempuan” di Timor-Leste:
Agar perempuan, khususnya
yang sedang hamil sampai dengan pasca melahirkan, mengetahui hak-haknya, karena
pada beberapa kasus sering ditemukan, bahwa masih banyak perempuan hamil yang
tidak atau belum mengetahui adanya hak-hak yang ada selama dia hamil sampai
dengan pasca melahirkan.
Agar orang lain, yaitu
pemerintah, masyarakat, keluarga dan terutama suami memberikan hak-haknya,
sehingga tercipta suasana yang harmonis, yang pada akhirnya dapat membantu para
perempuan yang sedang mengandung dapat merawat janin, melahirkan dan
membesarkan bayinya menjadi manusia yang berguna bagi orang tua, agama, bangsa
dan negara.
Agar pemerintah, baik
pembuat dan pelaksana kebijakan, dapat melaksanakan kewajibannya secara komit
dan prioritas, sehingga tercipta suatu perlindungan terhadap perempuan sejak
mereka hamil sampai dengan pasca melahirkan terutama keselamatan dan kesehatan ibu tersebut.
Semoga !!!!!!
Keterangan
*)
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universidade Da Paz (UNPAZ) Dili- Timor Leste
**) 1. Dosen Tamu Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) UNPAZ- Dili- Timor Leste
2.
Dosen Tidak Tetap Program Pasca Sarjana Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat
3.Dosen
Tetap Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kupang, Jurusan Keperawatan
Langganan:
Postingan (Atom)