Rabu, Februari 20, 2013

CAHAYA YANG MENERANGI KEGELAPAN




by;Anto Diroma



‘’Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan Ini Bapakku, tetapi yang dikatakan  pemuda  adalah  mereka  yang  mengatakan  Inilah  Aku   Perkataan diatas seperti hendak mengugat identitas pemuda hari ini, yang perlahan mulai dipertanyakan sejauh mana  independensinya dalam  menyandang gelar terhormat, sebagai agent of change atau generasi pelopor perubahan.
Pernyataan   ini   juga   menyiratkan   akan   makna   atau   hakikat   pemuda

sesungguhnya, dimana sikap kritis, progresif serta melakukan terobosan-terobosan demi kemajuan bangsa dan negara seakan telah menjadi bagian dari sosok seorang pemuda.Disadari pada dasarnya Pemuda memiliki peran strategis sebagai avant garda dari setiap perubahan sosial politik dan kemajuan suatu bangsa. Dengan idealisme yang dimilikinya, basis intelektualitas yang visioner, dan gerakannya yang pro perubahan serta anti kemapanan, Pemuda, dalam aspek apapun, selalu diharapkan menjadi cahaya yang menerangi kegelapan.
Begitu strategisnya peran pemuda sebagai generasi pembangun bangsa, hingga tercetus adagium siapa yang menguasai pemuda akan menguasai masa depan suatu bangsa. Alfredo Ferreira Diroma mengatakan Fo mai hau jovens nain sanulu hau sei muda mundu (Beri padaku pemuda 10 Orang Akan ku Rombak Dunia).  Ungkapan  tersohor  dari  salah  seorang  petani  dari  distrik  Lautem-Timor Leste, mengidikasikan bahwa beliau paham akan kekuatan yang mendarah daging dalam diri para pemuda. Pemuda adalah sokoguru perubahan. berbicara Pemuda, maka berbicara tentang simbol dari semangat, idealisme, progresif dan sosok yang senantiasa berpikir Kritis dan analistis untuk merombak suatu keadaan yang dapat melemahkan masa depan ke arah yang progres.
Hal yang sama juga diungkapkan Simon Frith, bahwa pemuda adalah salah satu

strata kelas yang memiliki suatu identitas budaya tertentu dan merupakan satu model manusia unik dalam komunitas apapun sehingga ia terdeferensiasi (berbeda) dengan entitas lainnya, seperti anak kecil, dewasa hingga orangtua. Tidak heran dengan potensinya  yang  luar  biasa  ini,   pemuda  menduduki  kans  besar  serta  berpeluang

menempati posisi penting dan strategis sebagai pelaku-pelaku pembangunan maupun sebagai generasi penerus masa depan negara.
Di era pra-kemerdekaan maupun di era kemerdekaan, pemuda selalu tampil dengan jiwa dan semangat kepeloporan, perjuangan, dan patriotismenya untuk mengusung perubahan dan pembaharuan . Karya-karya monumental pemuda melalui peristiwa  bersejarah yang paling fenomenal  seperti  kejadian santa cruz (1991) yang yang membidani lahirnya era reformasi,  membuat mata manusia di dunia bagi negara mudah (Timor Leste) yang baru merdeka  ini terpana menyaksikan kiprah dan peran pemuda sebagai garda terdepan perubahan sekaligus harapan bagi pembangunan bangsa.
Namun kiprah pemuda sebaimana generasi  pendahulu diatas,   agaknya kini

mulai memudar. Sosok-sosok pemuda , kini sudah semakin langka adanya.  Bila tidak ingin dikatakan sosok pemuda demikian hanya tinggal catatan yang teronggok manis di museum-museum  sejarah.  Realitas  menunjukan  potensi pemuda  sebagai generasi pembangun  bangsa  kini  semakin  tergerus  dikikis  Budaya  apatis,  pragmatis,  dan hedonis.  timbul  pertanyaan  apakah  realitas  demikian  disebabkan  faktor  intern pemuda  sendiri  yang  kurang  peka  terhadap  realitas  sosial  yang  terjadi  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara atau mungkin karena faktor globalisasi  tanpa diiringi filterisasi.
Ada  siklus  peradaban  akan  memunculkan  tiga  generasi,  yaitu  generasi

pembangun, generasi penikmat, dan generasi yang tidak memiliki hubungan emosional dengan negaranya.
Pemuda,    dapat  dibagi  dalam  dua  golongan.  Ada  pemuda  tumbuh  dalam suasana bangsa yang keras dan bergejolak. Ada juga di antara pemuda lainnya yang tumbuh dalam situasi bangsa yang dingin dan tenang. Sehingga pemuda yang tumbuh dalam suasana ini aktifitasnya lebih banyak tertuju kepada dirinya sendiri daripada untuk rakyatnya.
kita telah memasuki era Demokratis setelah melewati masa transisi  di tahun

2000, Setelah Timor Leste Merestaurasi kemerdekaannya  pada tanggal 20 mei 2002, telah membawa angin perubahan bagi daerah yang puluhan tahun dilanda konflik ini. Kondisi Timor Leste   yang berangsur-angsur pulih telah memberi harapan baru bagi

rakyat  dalam menatap masa depan yang lebih cerah.  Akan tetapi kondisi ini bukan tidak mungkin dapat menjadi bumerang bagi Pemuda Timor Leste.  Timbul kekhawatiran jika kondisi damai ini tidak disiasati dengan pembangunan yang melibatkan segenap elemen dan komponen masyarakat (stakeholder), dimana kaum muda termasuk di dalamnya, dapat menimbulkan sindrom sebagaimana   teori-teori diatas, memunculkan generasi penikmat yang sekedar menikmati buah perdamaian, tanpa berupaya menyemai kondisi perdamaian dengan pembangunan berkelanjutan. Apabila dibiarkan, bukan tidak mungkin kelak akan lahir generasi muda yang tidak memiliki hubungan emosional dengan bangsanya, disebabkan generasi Pemuda Timor Leste   hari ini yang tidak merasakan betapa lelahnya perjuangan untuk meraih buah perdamaian.
ketika melihat  realitas kekinian pemuda khususnya pemuda di daerah    ini terlibat dalam proses pembangunan,  pemuda hari ini justru menjadi momok bagi pembangunan. Disamping hal demikian terlihat dari angka penganguran yang kian tahun semakin meningkat, Sebagian besar diantaranya justru disibukan dengan aktivitas-aktivitas tidak produktif seperti bermain poker semalam suntuk, bercengkerama sesukanya dengan lawan jenis ataupun berleha-leha di warung kopi. Menjadi ironi ketika potensi pemuda sebagai katalisator pembangunan daerah justru tersiakan  di  bawah  kolong  meja  warung  kopi,  lapak  judi,  ataupun  dalam  semak belukar di keremangan malam hari.  Tidak berlebihan apabila dikatakan relevansi pemuda dalam pembangunan Timor Leste   pasca perdamaian perlahan mulai berkurang, untuk tidak dikatakan tidak ada lagi peran signifikan yang dilakukan pemuda Timor Leste  hari ini.
Disamping faktor internal dari pemuda seperti budaya apatisme dan pragmatisme yang kian akut, hal demikian juga diperparah oleh  faktor eksternal seperti masih adanya pihak-pihak yang kerap memanfaatkan pemuda sebagai agen- agen bagi  kepentingan individu dan golongan. Sebagian pemuda terjebak dengan aktivitas-aktivitas   yang   disangka   produktif,   namun   sebenarnya   aktivitas   yang dilakukan justru merupakan bagian dari agenda politik pihak-pihak yang hendak mengontrol pemuda dalam rangka memuluskan agenda politiknya. Bisa jadi ini disebabkan ekses dari proses pendidikan yang tidak mengutamakan nalar berpikir

kritis ditambah dengan lingkungan yang juga apatis non permisif, menjadikan pemuda tidak sadar bila mereka kerap menjadi boneka dari pihak-pihak tertentu.
Hal demikian dapat dilihat dari kenyataan bahwa selama ini pemuda hanya sekedar menjadi agen perubahan, namun tidak pelaku untuk mengisi perubahan itu sendiri. Pemuda hanya dibutuhkan ketika adanya momentum tertentu. ketika momentum usai, fungsi dan peran pemuda mulai hilang, berikutnya peran pemuda sebagai polopor sekaligus konseptor justru diisi oleh stakeholder/komponen masyarakat lainnya. Pemuda hanya “kuat ketika mendobrak, namun lemah begitu gerbang terbuka. Pemuda hanya berperan pengantar pihak lain ke gerbang perubahan, ketika gerbang terbuka,  yang masuk bukanlah pemuda, melainkan orang lain yang semula duduk santai menyaksikan lelahnya perjuangan pemuda dalam mendobrak gerbang perubahan. Tentunya hal demikian amat menyedihkan.
Disamping itu pemerintah daerah yang mampu mengikutsertakan  pemuda agar

terlibat    serta   dalam   proses   pembangunan   daerah   pada   kenyataanya   masih memandang sebelah mata terkait peranan strategis pemuda sebagai iniasiator dan konseptor pembangunan bangsa. Adanya sesat pikir, bahwa yang dinamakan dengan partisipasi pemuda dalam pembangunan daerah ialah mendukung pemuda secara finansial dalam rangka mensukseskan aktivitas-aktivitas seremonial dalam lingkup komunal, tanpa adanya parameter  yang  jelas untuk menilai   sejauhmana urgensi aktivitas kepemudaan tersebut bagi kemajuan pembangunan daerah. Masih kuatnya persepsi bahwa pemuda identik dengan aktivitas seremonial macam olahraga, bakti sosial, ritual rutin keagamaan dan kegiatan sejenis yang pada intinya sekedar agar pemuda tidak menganggur di jalan raya/di warung kopi, mengindikasikan pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah dalam lingkup Desa Kecamatan dan kabupaten dan termasuk di Ibu Kota (Dili) , tidak peka dan sensitif terhadap peranan pemuda yang sangat potensial sebagai konseptor pembangunan daerah.
Sudah saatnya Pemuda tidak lagi dianggap sebagaipelengkap penderita

dalam suatu komponen bangsa, atau sekedar berfungsi sebagai agen-agen jalanan dalam rangka memuluskan agenda kepentingan pihak tertentu.  Oleh karena itu, tidak bisa tidak, dalam hal ini diperlukan langkah strategis sekaligus solusi komprehensif dalam mengatasi mispersepsi terkait peran pemuda sebagai pelopor dan konseptor

pembangunan suatu bangsa. Diperlukan revitalisasi peran pemuda dalam rangka pembangunanTimor Leste di era perdamaian.
REVITALISASI PERAN PEMUDA MELALUI PARTISIPASI PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN TIMOR LETE PASCA KONFLIK



 
Partisipasi dapat diartikan sebagai ikut serta, berperan serta dalam suatu kegiatan,  mulai  dari  perencanaan  sampai  evaluasi.  Partisipasi  masyarakat  dalam proses pembuatan peraturan daerah maupun merumuskan kebijakan dapat dikategorikan  sebagai  partisipasi  politik.  Oleh  Huntighon  dan  Nelson   partisipasi politik diartikan sebagai kegiatan warga negara sipil (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Maka Saya (A.X.F.M) dapat merumuskan partisipasi masyarakat sebagai suatu proses melalui mana stakeholder mempengaruhi dan ikut berbagi (share) kontrol atas/terhadap prakarsa dan keputusan serta sumber daya pembangunan yang mempengaruhi mereka.  Partisipasi tidak cukup hanya  dilakukan  segelintir  orang  yang  duduk  dalam  lembaga  perwakilan  karena institusi dan orang-orang yang duduk dalam lembaga perwakilan seringkali menggunakan politik atas nama kepentingan rakyat untuk memperjuangkan kepentingan           pribadi           atau           kelompok           mereka           sendiri.
Dalam konteks kepemudaan, partisipasi politik tidak hanya sekedar berpartisipasi di jalanan dengan melakukan aksi demonstasi. Harus disadari, Demonstrasi yang selama ini menjadi senjata andalan pemuda, hanya sekedar mempengaruhi kebijakan.  Apalagi bila yang menjadi target demonstrasi kebetulan penguasa  tiran yang memerintah dengan tangan besi.  Sudah pasti demostrasi tidak mampu berbuat banyak untuk merubah keadaan. Partisipasi politik di jalanan ialah partisipasi politik paling primitif bila ditinjau dari sosok intelektual  seorang pemuda. Kecuali  seluruh  elemen  kepemudaan  bersatu,  maka  mungkin  saja  perubahan Perubahan konflik untuk menjadi perdamaian akan tertuju di Nega Kita yang masih mudah ini. Akan tetapi jelas hal demikian bukan perkara gampang. karena dibutuhkan sebuah momentum yang amat besar untuk mengkonsolidasikan setiap elemen dan sumber daya pemuda. Bila duduk menunggu momentum, peran pemuda terancam semakinmandul.

Partispasi politik pemuda sejatinya adanya keterlibatan aktif pemuda dalam merumuskan dan memutuskan kebijakan menyangkut Kondisi hidup rakyat yang masih dalam krisis kemiskinan.  Diperlukan upaya aktif dari beragam stakeholder, terutama pemerintah dalam hal ini, untuk menempatkan pemuda sebagai komponen utama dalam merumuskan setiap kebijakan dalam pembangunan Timor Leste pasca konflik. Kebijakan yang dirumuskan tidak hanya terkait dengan urusan kepemudaan. Akan tetapi juga pelibatan aktif pemuda dalam setiap perumusan dan pemutusan kebijakan strategis terkait pembangunan daerah . Partisipasi pemuda sebagai salah satu komponen  penting  dalam  masyarakat,  setidaknya  akan  membawa  tiga  dampak penting, yakni : Pertama, terhindar dari peluang terjadinya manipulasi keterlibatan rakyat dan memperjelas apa yang dikehendaki masyarakat; Kedua, memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat semakin baik dan yang ketiga; meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat, terutama elemen pemuda sebagai generasi masa depan negara.
Akan tetapi patut diwaspadai oleh pemuda akan adanya partisipasi semu, yaitu negara seolah melakukan pembinaan terhadap kelompok-kelompok pemuda untuk seolah berpartisipasi padahal sejatinya yang terjadi adalah kooptasi dan regresi penguasa. Salah satu ciri khas partisipasi semu menurut Sherry Arnstein  dalam A Ladder Of Citizen Participation  ialah terjadinya Peredaman (placation), Konsultasi (Consultation) dan Informasi (informing) pada rakyat.  Di level peredaman (placation) rakyat, dalam hal ini pemuda, sudah memiliki pengaruh terhadap kebijakan. Tetapi bila akhirnya terjadi voting pengambilan keputusan akan tampak sejatinya keputusan ada di tangan lembaga negara, sedangkan kontrol dari rakyat tidak amat sangat menentukan. Di level konsultasi (Consultation) rakyat didengar pendapatnya lalu disimpulkan, lembaga negara merasa sudah memenuhi kewajiban sebab rakyat dianggap berpartisipasi telah terlibat dalam proses perumusan dan perancangan peraturan perundang-undangan. Padahal Peran rakyat hanya sebatas didengar pendapatnya. Sementara di level Informasi (informing) rakyat sekedar diberi tahu akan adanya peraturan perundang-undangan, tidak peduli apakah rakyat memahami

pemberitahuan  itu  apalagi  memberikan  pilihan  guna  melakukan  negoisasi  atas kebijakan itu.
Partisipasi  pemuda  idealnya  ialah  berada  dalam  level  tertinggi  partisipasi rakyat, yaitu kontrol warga negara (citizen control) dimana pada tahap ini partisipasi sudah mencapai tataran dimana publik berwenang memutuskan, melaksanakan dan mengawasi pengelolaan sumber daya. Turun ke level kedua ialah delegasi kewenangan (delegated Power) disini kewenangan masyarakat lebih besar dari penyelenggara negara dalam merumuskan kebijakan. Ketiga, Kemitraan (Partnership), ada keseimbangan kekuatan relatif antara masyarakat dan pemegang kekuasaan untuk merencanakan  dan  mengambil  keputusan  bersama-sama.  Tiga  level  sebagaimana skema tingkat partisipasi masyarakat menurut Sherry Arnstein inilah yang mengakui eksistensi rakyat untuk merancang dan merumuskan kebijakan.
pemerintahan Timor Leste, kiranya memberi ruang keterlibatan publik yang

cukup  besar  dalam  proses  pembangunan.  terutama  bagi  kaum  muda,  lahirnya serangkaian  peraturan  perundangan  ini  menjadi  legitimasi  keterlibatan  pemuda sebagai  salah  satu  komponen  bangsa  dalam  proses  pengelolaan  pemerintahan. Terkait permasalahan intern pemuda yang kini terkesan apatis dan individualis, sudah saatnya dilakukan rekonstruksi paradigma berupa perubahan pola pikir dari pola pikir pragmatis menuju pola berpikir kritis dan progresif. Pemuda pada dasarnya memiliki peran  penting  dalam  proses  pencerahan  dalam  rangka  pencerdasan  masyarakat. Karenanya, tidak bisa tidak Karena Pemuda Timor Leste harus meningkatkan dirinya dengan merevitalisasi peran sebagai bagian dari warga global. Selain meningkatkan kualitas  komunikasi  dengan  publik  internasional,  juga  paham  akan  problematika global serta efek bagi kepentingan negara kita Timor Leste. Dialog  yang konstruktif, tajam dan terarah perlu digalakan untuk menyatukan cara pandang pemuda terkait pembangunan masa depan  Timor Leste. Terlebih pasca konflik, dimana untuk mengisi perdamaian mutlak dibutuhkan sumbangsih pemikiran dari kaum muda bagi kemajuan Timor Leste ke Arah yang lebih baik.
Revitalisasi peran pemuda secara internal berupa perubahan paradigma, diikuti

dengan revitalisasi peran secara eksternal dari pihak pemangku kebijakan melalui pelibatan  partisipasi  pemuda  dalam  setiap  perumusan  kebijakan  strategis,  maka

dengan Berkat Allah  akan melahirkan calon-calon pemimpin, masa depan Timor Leste yang mampu mengisi ruang perdamaian dengan pembangunan negara kita berkelanjutan.




Semoga Kemrdekaan Negara kita di isi dengan Perdamaian dan Perubahan dalam hal

Pembangunan Nasional Secara Merata Bagi Masyarakat Timor Leste!





Dili, 04/02/2013

Di susun Oleh:



Anto Diroma




Dari:


Organisasi Kumpulan Pembangunan Pertanian Timor Leste

Org. Klibur Dezenvolvimentu Agricultura Timor Leste

(KDA-TL)

Rua Bairo Pite Dili Timor Leste

E_mail:diroma.anto@ymail.com

No. Hp: +670 7780 1351


================================ooo0ooo===========================

Tidak ada komentar:

Di Depan dan Belakang