CERPEN(FIKTIF)
"Keheningan di Liamata, Negeri Acugua"
Di negeri ACUGUA yang penuh dengan misteri dan keindahan, terdapat sebuah
desa bernama Liamata. Desa ini terletak di kaki gunung yang megah, dikelilingi
oleh sungai yang berkilauan dan ladang-ladang subur yang memberi kehidupan.
Alam yang indah ini menyembunyikan kisah-kisah duka tentang kesulitan hidup
yang dialami rakyatnya. Rakyat Liamata kini menderita dalam keheningan, karena
mereka tidak hanya berjuang dengan alam, tetapi juga dengan kebijakan-kebijakan
yang tidak berpihak pada mereka.
Di tengah-tengah desa itu berdiri sebuah bangunan bernama Rumah Penawar,
yang dahulu dikenal sebagai tempat penyembuhan bagi mereka yang sakit. Namun,
Rumah Penawar kini kosong, tidak berfungsi, dan dibiarkan terbengkalai. Rumah
yang seharusnya menjadi simbol harapan kini menjadi saksi bisu bagi
ketidakpedulian pemimpin negeri. Rakyat yang datang ke sana hanya untuk
menemukan keputusasaan, karena tidak ada lagi obat atau tenaga kesehatan yang
bisa membantu mereka.
Raja ACUGUA, pemimpin negeri ini,
duduk di singgasananya yang megah di istana yang jauh dari masalah rakyat. Di
antara banyak harta dan kekuasaan, Raja hanya mengeluarkan janji-janji indah
tanpa tindakan nyata. Rakyat yang kesakitan menunggu dengan sabar, berharap ada
perubahan, namun tak ada yang datang. Pemerintahannya sibuk dengan kata-kata
manis, tetapi tidak mendengarkan jeritan rakyat yang membutuhkan bantuan nyata.
Namun, dalam kekosongan dan
keputusasaan, lima sahabat dari Liamata memutuskan untuk bertindak. Mereka
adalah Malikucu, seorang pemikir bijak, Ambere, ahli ramuan muda, Buikotak,
pembuat strategi ulung, Soiloe, penjaga tradisi, dan Malidao, pemimpin yang
berani. Mereka tidak tinggal diam melihat penderitaan yang terjadi di sekitar
mereka.
Malidao mengumpulkan mereka di
sebuah lumbung tua, tempat yang sering mereka gunakan untuk merencanakan
tindakan. "Sudah cukup kita menunggu. Raja terus menjanjikan perubahan,
tetapi tidak ada yang terjadi. Rakyat kita sakit, anak-anak kita lemah, dan
Rumah Penawar kosong. Kita tidak bisa hanya diam," kata Malidao dengan
tegas.
Ambere, yang sebelumnya sering
meramu obat untuk rakyat, mengangguk setuju. "Aku tidak bisa lagi
merawat mereka tanpa ramuan yang cukup. Jika ini terus berlanjut, kita akan
kehilangan lebih banyak nyawa. Kita harus bertindak."
Buikotak, yang terkenal dengan
kemampuannya merancang strategi, menimpali, "Kita harus pergi ke
istana, berbicara langsung kepada Raja. Tapi kali ini, kita tidak hanya datang
untuk meminta. Kita datang untuk menuntut perubahan."
Soiloe menambahkan, "Kita harus menjaga tradisi, tetapi juga
belajar untuk berjuang demi masa depan. Kita tidak bisa terus membiarkan
keadaan ini seperti ini."
Malikucu, yang selalu berpikir jauh ke depan, berkata, "Raja tidak
akan mendengarkan kita jika kita tidak bersatu. Kita harus membawa suara
seluruh rakyat."
Kelima sahabat itu berangkat ke istana pada suatu pagi yang cerah. Mereka
berjalan melalui hutan lebat, melewati bukit terjal, dan menyusuri sungai
deras. Sepanjang perjalanan, mereka bertemu dengan banyak rakyat Liamata
yang memberi mereka dukungan. Seorang ibu tua memberi mereka sebotol air sambil
berkata, "Bawa suara kami ke istana. Semoga kalian berhasil."
Sesampainya di istana, penjaga
yang gagah menghalangi mereka. Namun, Malidao dengan penuh keberanian
menyerukan, "Kami adalah suara Liamata! Kami datang untuk berbicara
dengan Raja. Biarkan kami masuk!"
Di aula megah yang dipenuhi
gemerlap emas dan permata, Raja ACUGUA duduk di singgasananya. Dengan senyum
yang terkesan angkuh, ia berkata, "Apa yang kalian inginkan, rakyat
kecil dari Liamata?"
Malikucu, dengan suara yang
tenang tetapi penuh keyakinan, menjawab, "Kami datang untuk menuntut
perubahan nyata. Rumah Penawar kosong, rakyat kami sakit, anak-anak kami
sekarat. Kami tidak bisa terus menunggu janji-janji kosong. Kami ingin
tindakan, bukan kata-kata."
Raja hanya tertawa kecil, "Kalian
harus bersabar. Perubahan membutuhkan waktu. Aku sedang menyusun rencana besar
untuk seluruh negeri, termasuk Liamata."
Ambere, yang tidak bisa menahan
emosinya, berkata dengan keras, "Berapa lama lagi kami harus menunggu,
Yang Mulia? Anak-anak tidak bisa menunggu! Jika rencana besar itu hanya ada
dalam kata-kata, kami tidak butuh lagi mendengarnya!"
Namun, Raja tampak mengabaikan
mereka dan melambaikan tangan, memerintahkan penjaga untuk mengantar mereka
keluar. "Kalian bisa pergi sekarang. Aku akan mempertimbangkan apa yang
kalian katakan."
Kelima sahabat itu kembali ke
Liamata dengan hati yang hampa. Mereka tahu bahwa Raja tidak akan mendengarkan
mereka. Namun, Malidao berkata
dengan penuh tekad, "Kita tidak bisa lagi bergantung pada Raja. Jika
kita menunggu lebih lama, keadaan akan semakin buruk. Kita harus bangkit dan
mencari solusi kita sendiri."
Ambere mulai mengajarkan para pemuda cara meramu obat dari tanaman herbal
yang ada di sekitar mereka. Soiloe mengumpulkan cerita-cerita leluhur untuk
membangkitkan semangat rakyat agar mereka tidak menyerah. Buikotak merancang
strategi agar setiap keluarga dapat berperan dalam merawat sesama. Malikucu,
dengan pengetahuannya, menulis surat kepada desa-desa tetangga untuk bergabung
dalam gerakan ini, membentuk aliansi yang kuat.
Namun, meskipun mereka bekerja
keras, kekurangan obat-obatan tetap menjadi masalah besar. Rakyat Liamata
semakin kesulitan menemukan obat yang mereka butuhkan. Rumah Penawar tetap
kosong, dan tidak ada yang bisa menggantikan fungsi tempat tersebut. Banyak
yang mulai jatuh sakit dan tidak ada yang bisa membantu mereka.
Raja, yang awalnya sibuk dengan
janji-janji manis, akhirnya merasa cemas melihat kondisi rakyatnya yang semakin
menderita. Ia memutuskan untuk bertindak, tetapi sayangnya, ia membuat
keputusan yang sangat keliru. Raja memerintahkan seorang insinyur, yang
terkenal karena kemampuan teknisnya dalam membangun infrastruktur, untuk
mengelola pabrik obat-obatan yang baru dibangun.
Namun, insinyur tersebut bukan seorang ahli farmasi atau tenaga medis. Ia
tidak mengerti bagaimana cara meramu obat dengan benar. Meskipun fasilitas
pembuatan obat sudah dibangun, obat-obatan yang diproduksi tidak sesuai dengan
kebutuhan rakyat. Ramuan-ramuan yang seharusnya membantu, justru tidak
memberikan efek apa-apa.
Ketika rakyat mengetahui bahwa
obat-obatan yang dihasilkan tidak memberikan manfaat, mereka mulai merasa
kecewa. Mereka sadar bahwa mereka membutuhkan obat yang tepat dan bukan ramuan
yang gagal. Namun, meskipun mereka tahu bahwa keputusan Raja salah, mereka
tidak berani untuk berbicara. Mereka takut akan konsekuensi jika melawan Raja,
yang masih memiliki kekuasaan penuh atas mereka.
Rakyat Liamata lebih memilih
diam, menahan rasa sakit, dan berharap keadaan akan membaik dengan sendirinya.
Mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengubah apa pun.
Kesedihan semakin mendalam, namun keberanian untuk melawan kekuasaan Raja tidak
ada lagi. Mereka merasa terperangkap dalam ketidakpastian dan ketakutan.
Hari demi hari, keadaan semakin
buruk. Rakyat terus menderita, dan tidak ada solusi yang datang. Rumah Penawar
tetap kosong, fasilitas pembuatan obat gagal berfungsi, dan Raja tidak
melakukan apa pun untuk memperbaiki situasi. Sementara itu, para sahabat dari Liamata tetap bekerja keras di balik
layar, meskipun tanpa dukungan dari Raja.
Namun, dalam keheningan itu, mereka terus mencari cara untuk mengatasi
masalah. Ambere dan Soiloe melanjutkan pengajaran mereka tentang ramuan
herbal dan pengobatan tradisional. Buikotak merancang strategi untuk
meningkatkan kesadaran di kalangan rakyat. Malikucu terus menulis surat dan
menggalang dukungan dari desa-desa tetangga.
Meski dihadapkan pada banyak
kesulitan, rakyat Liamata tidak menyerah. Mereka menyadari bahwa mereka tidak
bisa terus bergantung pada Raja yang tidak peduli pada nasib mereka. Perlahan,
mereka mulai menemukan jalan keluar melalui usaha dan kebersamaan.
Dengan ketekunan, mereka berhasil
meramu obat yang lebih efektif menggunakan pengetahuan mereka sendiri. Rumah
Penawar kembali berfungsi dengan bantuan para pemuda dan rakyat yang dilatih
oleh Ambere. Obat-obatan yang dihasilkan oleh rakyat itu jauh lebih baik
daripada yang disediakan oleh pabrik yang dikelola oleh insinyur yang tidak
kompeten.
Raja, meskipun terlambat,
akhirnya menyadari kesalahannya. Namun, ia juga melihat bahwa rakyat Liamata
telah belajar untuk mandiri dan tidak lagi bergantung pada pemerintah yang
gagal. Perubahan itu datang dari
dalam diri mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar