Rabu, April 06, 2016

LAPORAN SITUASI HAM TIMOR TIMUR APRIL 1999






[INDONESIA-L] MateBEAN-->HAK: LAPOR (r)
From: apakabar@Radix.Net
Date: Tue May 25 1999 - 17:50:00 EDT


----- Forwarded message from apakabar@Radix.Net -----
From owner-indonesia-l@indopubs.com Tue May 25 20:46:47 1999
Return-Path: <owner-indonesia-l@indopubs.com>
Received: from mail1.radix.net (mail1.radix.net [209.48.224.31])
        by saltmine.radix.net (8.8.7/8.8.7) with ESMTP id UAA12812
        for <apakabar@saltmail.radix.net>; Tue, 25 May 1999 20:46:46 -0400 (EDT)
Received: from indopubs.com (indopubs.com [192.41.9.64])
        by mail1.radix.net (8.9.3/8.9.3) with ESMTP id UAA01948
        for <apakabar@saltmine.radix.net>; Tue, 25 May 1999 20:46:47 -0400 (EDT)
Received: from localhost (indopubs@localhost) by indopubs.com (8.8.5) id SAA24103; Tue, 25 May 1999 18:45:17 -0600 (MDT)
Received: by indopubs.com (bulk_mailer v1.9); Tue, 25 May 1999 18:45:16 -0600
Received: (indopubs@localhost) by indopubs.com (8.8.5) id SAA24084; Tue, 25 May 1999 18:45:09 -0600 (MDT)
Date: Tue, 25 May 1999 18:45:09 -0600 (MDT)
Message-Id: <199905260045.SAA24084@indopubs.com>
To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@Radix.Net
Subject: [INDONESIA-L] MateBEAN-->HAK: LAPORAN SITUASI HAM TIMOR TIMUR APRIL 1999 (1)
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com
Yayasan HAK (Hukum, hak Azasi & Keadilan)
Jl. Gov. Serpa Rosa no. T-095 Lt. 1
Farol - Dili, Timor Timur
Telp.: +62 390 313323
Fax.: +62 390 313324
LAPORAN SITUASI HAM TIMOR TIMUR APRIL 1999
Pengantar
Tindak kekerasan di Timor Timur terus berlanjut hingga memasuki bulan April
1999. Di pihak masyarakat sipil Timor Timur, baik korban jiwa maupun materi
secara kumulatif bahkan melebihi korban yang tercatat dalam
peristiwa-peristiwa tindak kekerasan pada tiga bulan pertama tahun 1999.
Berdasarkan laporan masyarakat, hasil monitoring dan investigasi Yayasan
HAK, dalam tindak kekerasan selama tiga bulan pertama 1999 tercatat
setidak-tidaknya 40 korban jiwa, 22 korban luka-luka karena tertembak atau
terkena senjata tajam, 77 korban penyiksaan, 8 korban penangkapan, 3 orang
tidak diketahui keberadaannya dan 2 korban perkosaan serta puluhan ribu
lainnya mengungsi mencari keselamatan.
Menyusul penyerangan tak terprovokasi terhadap massa pengungsi di sebuah
Gereja di Liqui_a yang menelan 59 korban jiwa dan memporak-porandakan
fasilitas-fasilitas di lingkungan pastoran, terjadi pula
penyerangan-penyerangan serupa terhadap masyarakat sipil di berbagai daerah
lain. Penyerangan terhadap anggota-anggota milisi pro Indonesia yang diduga
dilakukan oleh gerilyawan Falintil dibalas oleh pihak milisi maupun ABRI
kepada masyarakat sipil dengan cara yang keji dan menelan korban dalam
jumlah yang lebih besar. Di samping para pengungsi yang diserbu di
lingkungan gereja Liqui_a, masyarakat sipil yang sedang mencari keselamatan
di tempat-tempat lain juga terus diburu dan dijadikan sasaran penyerbuan.
Dalam penyerangan ke rumah Manuel Carrascal_o, sejumlah pengungsi yang
sedang berlindung di rumah tersebut, termasuk perempuan dan anak-anak, ikut
terbunuh.
Dalam melakukan aksi-aksinya, milisi pro Indonesia selalu mendahuluinya
dengan ancaman-ancaman, baik tertulis maupun lisan dan disebarkan secara
luas. Namun aparat keamanan tidak melakukan tindakan-tindakan preventif
untuk mencegah penyerangan-penyerangan tersebut. Dan semua tindak yang
dilakukan tersebut tidak pernah diproses secara hukum. Dalam beberapa aksi
pembunuhan, aparat keamanan Indonesia justru ikut terlibat di dalamnya.
Misalnya, dalam kejadian di Maliana, Komandan KODIM Maliana, Letkol Kav.
Burhanudin Siagian, memerintahkan eksekusi terhadap 5 orang warga sipil di
hadapan khalayak dan keluarga korban. Sebelum penyerbuan ke rumah Manuel
Carrascal_o dan penembakan sporadis di berbagai bagian kota Dili, telah
dilakukan sebuah rapat akbar di mana Eurico Guterres meneriakkan yel-yel
berisi ancaman terhadap orang-orang yang disebutnya sebagai 'pengkhianat
integrasi', yang dihadiri oleh Gubernur Abilio Soares dan Ketua DPRD TK I
Timor Timur, Armindo Mariano. Mengetahui ancaman-ancaman tersebut pun para
pejabat itu juga tidak melakukan upaya apapun untuk mencegah penyerangan.
Kecuali terhadap rumah mantan Gubernur Timor Timur, Mario Carrascal_o yang
dijaga ketat oleh aparat keamanan ketika terjadi aksi penembakan di Dili,
dalam semua aksi pembunuhan, petugas keamanan selalu datang sesudah para
milisi selesai melakukan aksinya, atau bahkan tidak datang sama sekali.
Bahkan dalam beberapa kasus, kehadiran aparat keamanan di tempat kejadian
adalah untuk menghilangkan alat bukti kejahatan, misalnya dengan mengangkut
mayat-mayat yang terbunuh ke tempat lain, sehingga mengaburkan upaya
pengusutan selanjutnya.
Situasi Hak Azasi Manusia bulan April 1999
Dalam laporan ini akan disajikan rekaman situasi HAM di Timor Timur untuk
setiap Kabupaten menurut Jenis Pelanggaran.
KABUPATEN AILEU
Kasus Penangkapan, Penyiksaan dan Penahanan Sewenang-wenang:
Pada tanggal 15 April 1999 aparat keamanan dari Kodim Aileu melakukan
penangkan terhadap empat orang warga sipil di Kampung Talito, Desa Talito,
Kecamatan Laulara, Kabupaten Aileu. Keempat orang warga tersebut adalah:
1. Hilario da Costa, 24, L, PNS pada Kantor Dinas Kesehatan Turiscai,
Kabupaten Same.
2. Eugenio da Costa, 24, L, berasal dari Turiscai, Same.
Hilario dan Eugenio adalah warga Turiscai mengungsi ke Dili saat terjadi
pembantaian terhadap masyarakat di Alas dan Weberek, Same.
3. Jo_o Mesquita, 28, L, PNS, warga Desa Talito, Kecamatan Laulara,
Kabupaten Aileu.
4. Martinho dos Reis, 22, L, warga Desa Talito, Kecamatan Laulara,
Kabupaten Aileu.
Keempat orang tersebut ditangkap di Kampung Talito ketika sedang bersantai
meminum tuak mutin (sejenis minuman tradisional Timor Timur). Tanpa alasan
yang jelas, aparat keamanan mendatangi dan membentak mereka sambil
memerintahkan agar mereka tidak melarikan diri, dengan ancaman akan
ditembak. Keempat korban itu pun mengikuti kata-kata para petugas, dan
mereka akhirnya ditangkap. Mereka diangkut dengan sebuah mobil ke Markas
Kodim Aileu. Menurut laporan, keempat orang tersebut ditangkap berkaitan
dengan peristiwa penembakan terhadap aparat keamanan Indonesia oleh
sekelompok pemuda bersenjata di Laulara dua hari sebelumnya (13/04). Dua
dari keempat korban tersebut, yakni Jo_o Mesquita dan Martinho dos Reis,
telah dilepaskan pada tanggal 24 April 1999, sedangkan Hilario da Costa dan
Eugenio da Costa hingga kini masih ditahan di Markas Kodim Aileu. Kedua
orang korban yang telah dilepaskan mengaku bahwa mereka telah disiksa dan
dianiaya oleh aparat kemanan selama dalam penahanan.
15 April 1999, sekitar pukul 20.15 WTT di Desa Asu Mau RT 03, Kecamatan
Remixio, milisi AHI, anggota Tim Rajawali dan anggota Kodim Aileu melakukan
penangkapan dan penahanan sewenang-wenang terhadap 8 (delapan) orang
penduduk setempat, masing-masing;
1. Rogerio Mendon_a, 21, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio.
2. Henrique da Costa, 24, L, Pegawai Negeri, Desa Asu Mau Rt 03 Kecamatan
Remixio
3. Humberto da Silva, 23, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio
4. Francisco Carvalho, 34, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio
5. Ambrosius Mendonca, 26, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio
6. Jose da Costa, 32, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio
7. Jose Mendonca, 35, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio
8. Adolfo da Costa, 22, L, Pegawai Negeri, tinggal di Desa Asu Mau Rt 03
Kecamatan Remixio.
Kedelapan korban ditangkap dalam patroli milisi AHI, anggota Tim Rajawali
dan anggota Koramil Remexio di Desa Asu Mau. Alasan penangkapan mereka tidak
jelas. Diduga, penangkapan tersebut berkaitan dengan aktivitas para korban
dalam gerakan kemerdekaan. Selama dalam tahanan di Markas Kodim Aileu,
kedelapan korban telah mendapat siksaan yang luas biasa. Mereka dipaksa
untuk memberikan kesaksian tentang aktivitas politik dari penduduk setempat.
Selanjutnya mereka dilepaskan pada 17 April 1999.
22 April 1999, penangkapan dan penahanan senenang-wenang juga dilakukan oleh
tentara terhadap dua warga sipil, masing-masing:
1. Alfredo da Costa, 31, L, petani.
2. Mouzinho da Silva, 21, L.
Keduanya adalah penduduk Desa Nunomogue, Kecamatan Fatubuilico, Kabupaten
Ainaro, yang sedang dalam pengungsian di Dili. Mendengar informasi bahwa
akan diadakan operasi "sapu Bersih" di Dili terhadap orang-orang yang diduga
mendukung kemerdekaan, kedua korban tersebut bersama dua orang temannya yang
bernama Filipe dan Apolinario menghindar ke Aileu. Kedua korban ditangkap
oleh aparat keamanan yang sedang melakukan pemeriksaan dalam perjalanan
antara Dili-Aileu. Tanpa diberitahu kesalahan yang dituduhkan kepada mereka,
kedua korban tersebut langsung dianiaya dan diangkut ke Markas Kodim Aileu.
Sesampai di Aileu, aparat keamanan langsung melakukan kontak dengan kelompok
milisi Mahidi untuk memberitahukan tertangkapnya kedua korban tersebut.
Kelompok Mahidi akhirnya membawa mereka ke Ainaro. Keberadaan kedua korban
tersebut belum diketahui hingga saat ini.
KABUPATEN AINARO
Kasus Penyitaan Fasilitas Pemerintah:
Setelah aksi kekerasan terhadap penduduk sipil di Ainaro dan sekitarnya,
tanggal 26 April 1999, anggota Mahidi melakukan pemeriksaan terhadap PNS
setempat yang menggunakan fasilitas pemerintah seperti rumah dinas dan
kendaraan dinas, baik mobil maupun sepeda motor. Operasi tersebut dilakukan
di bawah pimpinan Bernardo de Araujo, Kepala Dinas Kehutanan Dati II
Ainaro. Dalam operasi tersebut telah disita 4 (empat) buah motor dinas
masing-masing dua buah Honda GL-Max, sebuah motor Yamaha RX-King, dan sebuah
motor Yamaha YT, yang dikendarai masing-masing oleh Eduardo Lopes (36, L),
Cesario (40, L), Nelson (28, L), Sidonio (38, L).
Keempat motor dinas tersebut diambil oleh anggota milisi Mahidi di rumah
atau di kantor pengendaranya, dan sekarang digunakan oleh para anggota
Mahidi. Menurut laporan, operasi serupa masih akan terus dilanjutkan.
KABUPATEN AMBENO
Aksi Teror dan Intimidasi:
16 April 1999, bersamaan dengan dibentuknya Milisi Pro Indonesia Sakunar
pimpinan Sim_o Lopes di Ambeno, aksi teror dan intimidasi mulai merebak di
wilayah ini. Sasaran tindak teror dan intimidasi ini adalah orang-orang yang
diketahui menjalankan kegiatan CNRT di wilayah itu. Sebanyak 10 orang
penanggungjawab CNRT yang selama ini mengorganisir masyarakat di Ambeno
ditangkap dan dipaksa membuat surat yang menyatakan kesetiaanya mereka
kepada Pemerintah Indonesia, UUD'45 dan Pancasila. (Identitas ke-10 orang
korban tersebut sampai sekarang belum diketahui termasuk keberadannya).
27 April 1999, di kota kabupaten Ambeno dan sekitarnya milisi Sakunar
pimpinan Sim_o Lopes, melakukan teror dan intimidasi dengan cara melakukan
patroli keliling kota sambil meneriakkan yel-yel 'Integrasi' seraya
mengancam dan menyiksa beberapa penduduk sipil. Dalam patroli tersebut para
anggota milisi memotong rambut sejumlah pemuda dengan parang. Anggota
masyarakat yang dicurigai mendukung aktivitas CNRT di wilayah itu ditangkap
disiksa. Menurut laporan masyarakat setempat dan hasil konfirmasi Yayasan
HAK, masyarakat setempat kini hidup dalam ketakutan. Aktivitas masyarakat
seperti biasanya mengalami ganguan karena sudut-sudut kota Ambeno selalu
dijaga ketat oleh anggota milisi Sakunar. Dalam operasi itu, para anggota
milisi menyita sejumlah sepeda motor dan mobil dinas yang dipakai oleh PNS
yang menurut mereka tidak pantas memakainya.
Penangkapan, Penahanan & Penyiksaan Sewenang-wenang:
19 April 1999, di Kecamatan Passabe, penangkapan sewenang-wenang dilakukan
oleh anggota Milisi Sakunar dan aparat keamanan setempat terhadap 5 orang
warga sipil, masing-masing:
1. Antonio Lafu, Guru SMP Negeri Passabe.
2. Leovegildo Pui, Juru Penerangan Kecamatan Passabe.
3. Manuel da Concei__o, Kepala Sekolah SD Negeri Passabe.
4. Jose Antonio Lafu, mantan Kepala Desa Abani.
5. Marcos Bobo Emanuel da Concei__o, Pemuda desa Passabe.
Kelima korban ini ditangkap dan rumah serta seisinya dihancurkan. Anggota
keluarga yang lainnya melarikan diri dan berlindung di Pastoran setempat.
Seorang warga Kecamatan Passabe akhirnya memutuskan untuk bunuh diri dengan
cara menggantung diri, karena tidak tahan ddengan semua penyiksaan yang
disaksikan dan dialaminya sendiri.
Di Kecamatan Oesilo, terjadi penangkapan sewenang-wenang terhadap 5 orang
warga sipil, masing-masing:
1. Luis Neno, Perawat Puskesmas Oesilo. Mobil Puskesmas yang dikemudikannya
juga dirampas dan kini dipakai oleh Milisi Sakunar.
2. Paulo da Costa, Karyawan Tata Usaha SMP Negeri Oesilo.
3. Miguel da Costa Gama, Guru SD Negeri Oesilo.
4. Belarmino Sequera, Guru SD Negeri Oesilo.
5. Dami_o Marques, Pemuda Oesilo.
Di Kecamatan Pante Makasar, 2 (dua) orang penanggungjawab CNRT, masing-masing:
1. Ant_nio da Conceic_o, penduduk Desa Padiae.
2. Jos_ Talue, penduduk Desa Padiae
Di Desa Lela-Ufe, Kecamatan Pante Makassar, Milisi Sakunar,
memporak-porandakan 5 (lima) buah rumah milik:
1. Jose Antonio Ote
2. Andre Lao
3. Vicente Lafu
4. Xisto de Sousa
5. Cipriano da Cunha
Pemecatan PNS Secara Tidak Hormat:
21 April 1999, di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II Ambeno, Bupati KDH
Tingkat II Ambeno, melakukan pemecatan terhadap 2 (dua) orang staf,
masing-masing;
1. Jo_o Tabes, Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Peternakan Dati II Ambeno.
Korban sebelumnya telah ditangkap pada 19/04, dan ditahan di Pos Sakunar
yang berada di Markas Kodim Ambeno. Alasan penangkapannya adalah karena
dicurigai sebagai pendukung gerakan pro-kemerdekaan di wilayah itu.
2. Xavier da Costa, Bendahara Rutin Kantor Sosial Politik Dati II Ambeno.
Bersamaan dengan pemecatan terhadap kedua koban, rumah korban dan sieisinya
juga dihancurkan oleh Sakunar. Pada saat yang sama, juga terjadi penyitaan
kendaran dinas yang dipakai oleh sejumlah PNS yang dicurigai sebagai
pendukung gerakan kemerdekaan Timor Timur. Hingga saat ini jumlah kendaraan
yang disita tersebut belum diketahui.
KABUPATEN BAUCAU
Terror dan Intimidasi:
26 April 1999, di kota Baucau dan sekitarnya, komandan milisi SAKA, Sersan
Joanico da Costa, bersama-sama dengan beberapa mobil truck melakukan pawai
keliling Kota Baucau dan memerintahkan rakyat untuk mengibarkan bendera
merah putih menyambut rapat akbar milisi pro Indonesia dari seluruh Timor
Timur yang akan berlangsung keesokan harinya. Dalam pawai tersebut, Joanico
da Costa juga mengatakan bahwa saat apel akbar semua penduduk diharuskan
mengikat bendera di kepala dan tangan. Siapa yang melawan dianggap juga
sebagai musuh pemerintah Indonesia dan harus ditangkap bahkan dibunuh.
Kasus Penangkapan, Penahanan dan Penyiksaan Sewenang-wenang:
16 April 1999, di RT IV, Kampung Liaoli, Desa Bahamori, Kecamatan Baucau
Kota aparat gabungan dari Polres Baucau, Kodim Baucau dan anggota BTT 143
melakukan penangkapan dan penyiksaan terhadap Antonio da Costa Belo, 33, L,
penduduk Desa Bahamori. Korban ditangkap dan disiksa, kemudian dibawa ke
Polres Baucau. Sekarang korban berada dalam tahanan Polres Baucau untuk
diperiksa dengan tuduhan sebagai salah satu pelaku pengculikan dua anggota
KAMRA di Baucau pada pada tanggal 2 April lalu.
23 April 1999, di Pasar Baru Kota Baucau, aparat Polres Baucau menangkap dan
menyiksa Jorge Soares, 24, L. korban kemudian disiksa dengan tuduhan sebagai
salah satu pelaku dalam pengculikan terhadap dua orang anggota tentara di
Bucoli awal April 1999. Selanjutnya korban ditahan di Polres dan
diinterogasi. Sampai sekarang korban masih dalam tahanan Polres Bacuau, dan
sedang menunggu proses hukum atas tuduhan tersebut.
27 April 1999, terjadi penangkapan atas tiga orang pemuda di Kabupaten
Baucau oleh milisi SAKA dan anggota Koramil Baguia, Kabupaten Baucau. Selama
penahanan, korban telah mengalami penyiksaan. Keberadaan ketiga korban
tersebut tidak diketahui hingga saat ini. Ketiga korban tersebut adalah:
1. Arindo Sarmento, 23, L, penduduk Desa Uacala, Kecamatan Baguia. Korban
ini ditangkap di pasar Samalari pada pukul 10.00 Waktu Timor timur (WTT).
2. Carlito Soares, 21, L, penduduk Kecamatan Quelecai.
3. Luis Soares, 17, L.
Carlito Soares dan Luis Soares ditangkap di pasar Laisorulai oleh Tim Saka
dan tentara dari Koramil Baguia. Menurut beberapa saksi mata, ketiga korban
tersebut ditangkap karena diduga sebagai kaki tangan Falintil.
KABUPATEN BOBONARO
Penembakan dan Pembunuhan di Luar Proses Hukum
Pada hari Senin, tanggal 12 April 1999, pukul 08.30 wita, telah terjadi
penembakan oleh sekelompok orang bersenjata yang diduga merupakan anggota
Falintil terhadap 7 orang, yakni:
1. Manuel Soares Gama, Penduduk Kampung Purgoa, Desa Meligo, Kecamatan
Cailaco, Kepala Dinas Pendapatan Daerah TK II Bobonaro. Manuel Soares Gama
adalah salah seorang pejuang interasi di wilayah Kecamatan Cailaco dan
merupakan anggota Forum Persatuan Demokrasi dan Keadilan (FPDK) serta
Kelompok Milisi Halilintar. Korban ditembak hingga meningal dunia, kemudian
dikebumikan pada keesokan harinya.
2. Angelino Bere Asa, 40, L, Prajurit Kepala TNI-AD, anggota Kodim Bobonaro.
3. Miguel, 23, L.
4. Manuel, 30, L.
5. I Ketut Subrata, 26, L, Karyawan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cailaco.
6. Aristides, 25, L, Pegawai honorer PLN Cailaco.
7. Luis Antonio, Kopral Satu TNI-AD, anggota Koramil Cailaco.
Ketujuh korban tersebut tertembak dalam penghadangan terhadap mobil Toyota
Kijang Pick Up DF 9542 R. yang mereka tumpangi dalam perjalanan dari Cailaco
ke kota Maliana. Terdapat dugaan bahwa penembakan tersebut dilakukan sebagai
balasan atas keterlibatan Manuel Soares Gama dalam sejumlah operasi bersama
kelompok milisi Halilintar.
13 April 1999 sekitar pukul 18.00 atas perintah Komandan Kodim (Dandim)
Bobonaro, Letkol Kav. Burhanudin Siagian dan Jo_o Tavares, aparat Keamanan
mengeksekusi 6 orang warga sipil, masing-masing:
1. Antonio Soares, 38, L, Guru SDN Cailaco, warga Kampung Purgoa, Desa
Meligo, Kecamatan Cailaco, Kabupaten Bobonaro.
2. Joao Evangelita Vidal, 35, L, Guru SDN 8 Desa Daudu, Warga Kampung
Porgoa, Desa Meligu, Kecamatan Cailaco, Kabupaten Bobonaro,
3. Jose Paulelo, 36, L, PNS, Kepala Desa Daudu, warga Desa Daudu, Kecamatan
Cailaco, Kabupaten Bobonaro.
4. Manuel Maulelo, 38, L, Guru SDN Maumela, Warga Kampung Maumela, Desa
Atudara, Kecamatan Cailaco, Kabupaten Bobonaro.
5. Paulino Batumali, 29, L, Petani, Warga Kampung Marco, Desa Meligu,
Kecamatan Cailaco, Kabupaten Bobonaro.
6. Joao Matus, 32, L, Petani, Warga Kampung Porgoa, desa Meligu, Kecamatan
Cailaco, Kabupaten Bobonaro.
Keenam korban tersebut ditangkap pada hari Selasa, 12 April 1999, pukul
06.00 di rumahnya masing-masing oleh pasukan gabungan anggota Kodim Bobonaro
dan Halilintar. Mereka ditangkap karena dicurigai mambantu Falintil dan
menjadi pendukung CNRT. Keenam korban itu semula dibawa ke Markas Koramil
Cailaco. Di Markas Koramil Cailaco tersebut mereka diinterogasi dan disksa.
Setelah penembakan terhadap rombongan Manunel Gama, mereka dibawa ke rumah
Manuel Gama. Atas perintah Dandim Bobonaro, Letkol Kav. Burhanudin Siagian
dan Jo_o Tavares, keenam korban tersebut diieksekusi di hadapan orang-orang
yang sedang melayat jenazah Manuel Gama. Sesudah memerintahkan eksekusi
tersebut, Letkol Burhanudin Siagian mengancam warga sipil dan pejabat
pemerintahan setempat yang sedang melayat, bahwa siapapun yang melawan ABRI
dan Pemerintah Indonesia, akan mengalami nasib yang sama dengan keenam
korban tersebut.
Jenazah keenam korban tersebut kemudian diangkut dengan mobil milik Dandim
Siagian yang bernama lambung Setia Jaya ke arah Sungai Marobo, 10 km ke arah
Timur kota Kecamatan Cailaco. Hingga tanggal 29 April 1999 jenazah keenam
korban tersebut belum dikembalikan kepada keluarganya.
14 April 1999, sekitar pukul 13.00 WTT, terjadi pembunuhan atas dua warga
Kampung Puetete, Desa Goulolo, Kecamatan Cailaco oleh pasukan gabungan
Milisi Halilintar, Koramil Cailaco, SGI, Milisi Besi Merah Putih, dan
pasukan Guntur. Kedua korban tersebut masing-masing:
1. Placido Soares, 29, L, petani; ditikam hingga tewas oleh para anggota
Milisi Halilintar.
2. Jose Gaspar, 24, L, petani; tertembak hingga ketika mencoba melarikan diri.
Kedua korban tersebut dibunuh sesaat sesudah diajak keluar dari
persembunyiannya di hutan. Bersama warga desa yang lain, keduanya telah
mengungsi ke hutan untuk menghindari operasi pasukan gabungan Halilintar dan
ABRI. Setelah dibunuh, jenazah kedua korban tersebut dibiarkan tergeletak di
tempat kejadian. Jenazah kedua korban baru diambil oleh keluarganya setelah
paran anggota milisi Halilintar itu pergi dari tempat kejadian.
Setelah peristiwa tersebut, di bawah ancaman pembunuhan, warga masyarakat
Cailaco telah dipaksa untuk menjadi anggota Milisi Halilintar. Dengan
ancaman yang sama, warga masyarakat melarikan diri ke hutan setelah perintah
eksekusi terhadap enam orang di Cailaco, dipaksa untuk kembali ke desanya
masing-masing. Di samping itu, sejumlah rumah penduduk sipil di Kampung
Asalau, Desa Meligo dam Kampung Retete, Desa Manapa, telah dibakar oleh para
anggota milisi Halilintar.
20 April 1999, terjadi pembunuhan atas dua orang guru masing-masing:
1. Jose Barros, 44, L, penduduk Kampung Bandole, Desa Purugoa, Wakil Kepala
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 7 Purugoa. Korban ditikam kemudian ditembak di
bagian kepala hingga tewas. Beberapa pelaku penembakan tersebut
diidentifikasi sebagai Aparicio (anggota Milisi Guntur) dan Viegas Bilatu
(anggota Milisi Halilintar). Menurut saksi mata, Aparicio-lah yang menikam
korban. Selain membunuh korban, para anggota Milisi juga membakar rumah
korban. Pembunuhan tersebut dilakukan di belakang Gereja Purgua. Jenazah
korban dibiarkan di tempat pembunuhan, dan baru diambil oleh keluarganya
satu hari kemudian.
2. Cornelio Da Silva, 42, L, penduduk Kampung Maumela, Desa Atudara,
Kecamatan Cailaco, guru SDN 3 Maumela. Korban ditembak hingga tewas kerika
mencoba melarika diri dari kejaran anggota milisi Halilintar. Jenazah korban
dibiarkan tergeletak di pinggir sungan Ruini, Cailaco, dan baru diambil
keluarganya sehari kemudian. Menurut para saksi mata, penembakan tersebut
dilakukan oleh anggota Milisi Halilintar.
 
21 April 1999, sekitar pukul 17.00 WTT, terjadi penangkapan atas diri dua
orang korban (bersaudara), oleh Halilintar dan tentara. Kedua orang yang
ditangkap adalah:
1. Aparigio Malitae, 28, L, petani, penduduk Kampung Raiabe, Desa Purugoa,
Kecamatan Cailaco.
2. Carlos Samaati, 26, L, petani, penduduk Kampung Raiabe, Desa Purugoa,
Kecamatan Cailaco.
Hingga saat ini (29/04) keberadaan kedua korban ini belum diketahui.
Pada hari yang sama (21/04) terjadi pula penangkapan terhadap seorang warga
Kampung Hatudara, Desa Purgoa, Kecamatan Cailaco, bernama Cornelio, 34, L.
Korban berasal dari Maubesi (Kabupaten Ainaro) dan sedang bertugas sebagai
Guru di SDN Purgua. Korban ditangkap di rumahnya oleh anggota Milisi
Halilintar dan pasukan gabungan dan selanjutnya dibawa ke arah kota Cailaco.
Namun setiba di pinggir sungai Railuli (20 km dari Kota Cailaco), korban
dieksekusi oleh Kapolsek Cailaco, Serma Polisi Triyono. Hingga laporan ini
dikelurkan, jenazah korban tidak dikembalikan kepada pihak keluarganya.
Diduga jenazah korban dikuburkan oleh para milisi dan aparat gabungan.
Rumah korban dirusak dan harta milik korban berupa TV, Kulkas, Tape serta
sebuah sepeda motor juga raib dibawa oleh tim gabungan.
21 April 1999, terjadi pembunuhan secara dua orang warga sipil bernama:
1. Antonio Bazilio, 26, L, Mahasiswa. Korban tewas karena ditikam dengan
pisau pada bagian leher.
2. Armando Belaku, 50, L, petani. Korban ditikam pada bagian punggung dan
perut oleh anggota gabungan milisi Dadurus Merah Putih, Halilintar dan
tentara. Selain membunuh korban, para pelaku juga membakar rumah korban.
Para pelaku yang berhasil diidentifikasi oleh saksi mata adalah Paulo
(berasal dari Ermera, saat ini bekerja sebagai PNS di Cailaco, menetap di
Atabae dan merupakan anggota Milisi Halilintar), Flabiano Dasilelo (anggota
Halilintar, berasal dari Kampung Biadoi, Desa Meligo, Kecamatan Cailako)
dan Ad_o Babo, warga asal Ermera, anggota milisi Halilintar yang juga adalah
PNS di Cailaco.
Para pelaku ini juga terlibat dalam ppembakaran sejumlah rimah penduduk
pada saat yang sama.
Pengrusakan Rumah Penduduk Sipil:
Setelah eksekusi terhadap lima orang warga sipil di Cailaco pada tanggal 13
April 1999, terjadi pula penangkapan dan tindak kekerasan oleh aparat
keamanan setempat bersama anggota Milisi Halilintar terhadap warga sipil di
Kecamatan tersebut. Akibatnya banyak pemuda yang melarikan diri ke hutan dan
ada yang mengungsi ke luar kota Cailaco. Di kota Kecamatan Cailaco, hannya
tinggal anak-anak, perempuan dan orang-orang tua, dan segala aktivitas
masyarakat menjadi terhenti. Di tempat yang sama, telah pula terjadi
pengrusakan terhadap sejumlah rumah milik warga sipil, masing-masing:
1. Manuel Magalhaes, mantan Kepala Dinas PU TK II Bobonaro. Rumah korban
dibongkar, semua perabot rumah tangga dibawa ke jalan raya kemudian dibakar
oleh para anggogta Milisi Halilintar. Anggota keluarga Manuel Magalhaes
mengungsi mencari perlindungan di Susteran Maliana. Korban dijadikan sasaran
aksi kekerasan para pelaku karena dianggap sebagai tokoh CNRT di wilayah
Bobonaro. Manuel adalah mitra kerja Yayasan HAK dalam melakukan pemantauan
HAM di Wilayah Bobonaro.
2. Jo_o Vicente, Asisten II Setwilda TK II Bobonaro. Rumah korban dibongkar,
semua perabot rumah tangga dibawa ke jalan raya kemudian dibakar oleh para
pelaku itu. Selain itu, sejumlah barang milik korban berupa antena parabola,
TV, sebuah sepeda motor dan satu unit mobil Toyota Kijang Pick Up, dibawa ke
rumahnya Jo_o da Silva Tavares, pimpinan Halilintar dan Panglima Tertinggi
Pro Indonesia. Anggota keluarga korban mengungsi mencari perlindungan di
Susteran Maliana. Korban dijadikan sebagai salah satu sasaran aksi kekerasan
karena dituduh mempunyai hubungan dengan Falintil dan mendukung perjuangan
kemerdekaan bagi Timor Timur. Korban bersembunyi selama satu minggu untuk
menghindari para milisi. Sekarang korban telah kembali sesudah meminta maaf
kepada Jo_o Tavares, Dandim dan Bupati Bobonaro.
3. Cipriano do Rego Amaral, pensiunan PNS Pemda TK Bobonaro.
4. Anacleto, Pegawai Dinas Kesehatan TK II Bobonaro). Sebuah sepeda motor
dan satu mobil Toyota Kijang milik korban dirampas dan kini masih dipkai
oleh para anggota milisi Halilintar.
5. Jo_o Lopes, pensiunan PNS PU Bobonaro.
6. Adriano Afonso. PNS P&K Bobonaro.
7. Guelherme Caeiro, Kepala Desa Lahomea.
8. Joao Godinho. Rumah korban dirusak dan korban dianiaya hingga harus
menjalani perawatan di Rumah Sakit Maliana.
9. Jos_ Andrade, PNS P & K Bobonaro. Jo_o Andrade telah ditahan oleh aparat
sejak terjadinya peristiwa penembakan terhadap empat orang warga di Kampung
Moleana-Maliubun, Desa Ritabou, Kecamatan Maliana.
10. Bonifacio, ketua Pemuda Maliana. Korban melarika diri dan hingga kini
tidak diketahui keberadaannya.
11. Apolinario, petani.
12. Ad_o.
13. Marten, Serka Polisi, Kapolsek Lolotoi.
14. Lucio Marques, pegawai Sospol TK II Bobonaro.
15. Duarte Monis, pengawai Kandep P & K TK II Bobonaro. Selain dibakar
rumahnya, sepeda motor milik korban juga dirusak.
16. Loren_o, Pegawai Peternakan TK II Bobonaro.
Di samping rumah-rumah tersebut, terdapat juga sejumlah rumah yang dirusak
tetapi diperoleh informasi tentang pemiliknya, karena mereka umumnya
melarikan diri untuk mencari perlindungan di tempat lain. Alasan pengrusakan
rumah-rumah tersebut adalah karena pemiliknya dicurigai sebagai pendukung
perjuangan kemeerdekaan bagi Timor Timur.
12 April 1999 di Kecamatan Maliana, aparat keamanan dari anggota Kodim
Bobonaro dan milisi Halilintar membakar rumah penduduk sipil sesudah
menjarah semua harta benda di dalamnya. Rumah-rumah yang dijarah, dirusak
dan dibakar tersebut masing-masing milik:
1. Anacleto Barreto
2. Lourenco Gonsalves
3. Marcus de Jesus
4. Armindo Barreto
Rumah keempat orang ini dirusak dan dibakar karena yang bersangkutan dituduh
sebagai tokoh-tokoh CNRT di wilayah itu yang selalu menentang otonomi luas
dan memperjuangkan suatu kemerdekaan bagi Timor Timur.
21 April 1999, kira-kira pukul 10.00 pagi di Desa Manapa, Kecamatan Cailako,
Kabupaten Bobonaro terjadi aksi pembakaran, perusakan dan pembunuhan yang
dilakukan oleh kelompok milisi Halilintar. Peristiwa ini masih merupakan
kelanjutan dari tindakan balas dendam terhadap kematian Manuel Soares Gama
tanggal 12 April 1999. Sejak itu, aparat Keamanan bersama Milisi Hlailintar
dan Besi Merah Putih selalu melakukan patroli ke desa-desa di wilayah
Kecamatan Cailaco, termasuk Desa Manapa. Dalam patroli sebuah patroli di
Desa Manapa, para milisi mengumpulkan semua warga desa dan selanjutnya
merusak dan membakar terhadap rumah mereka. Rumah-rumah yang beratapkan
ilalang hangus terbakar, sedangkan yang beratapkan seng mengalami kerusakan
berat. Pemilik rumah yang berhasil diidentifikasi adalah:
1. Flabiano Tarabesi, 29, L, penduduk Desa Manapa, Kecamatan Cailaco, PNS
pada Dinas Pertanian Tingkat II Bobonaro yang bertugas sebagai Petugas
Penyuluh Lapangan (PPL).
2. Raul, 30, L, penduduk Desa Manapa, Kecamatan Cailako, PPL.
3. Jose Soares, 30, L, Penduduk Kampung Samutu, Desa Manapa, Kecamatan
Cailaco, Guru SD.
4. Roberto Dasimau, 30, L, petani, penduduk Desa Manapa, Kecamatan Cailaco.
5. Agustinho Calveleira, 45, L, PNS (Guru), penduduk Desa Manapa, Kecamatan
Cailako.
6. Louren_o dos Santos Fatima, 50, L, PNS (Guru), penduduk Desa Manapa,
Kecamatan Cailako.
7. Felisano Soares, 55, L, petani, penduduk Desa Manapa, Kecamatan Cailaco.
Penduduk yang rumahnya dirusak atau dibakar telah melarikan diri ke tempat
yang belum diketahui.
Para pelaku dalam kejadian ini yang dapat dikenali identitasnya adalah:
1. Paulo, warga asal Atabae, anggota milisi Halilintar yang sekarang
bertugas di Cailaco.
2. Ad_o Babo, warga asal Ermera, anggota milisi Halilintar yang juga adalah
PNS di Cailaco.
3. Flaviano Dasilelo, warga Desa Meligo, Kecamatan Cailaco, anggota milisi
Halilintar.
----- End of forwarded message from SiaR News Service -----
----- End of forwarded message from apakabar@Radix.Net -----



Tidak ada komentar:

Di Depan dan Belakang